JAKARTA – Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat memiliki program Rumah Pintar Masyarakat Bintuni (Rumpi Masbin). Melalui inovasi yang masuk Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2018 ini, masyarakat tak hanya belajar baca tulis hitung (calistung), tetapi juga belajar mengoperasikan komputer.
Sebelum ada rumah pintar, sebagian besar aparat kampung maupun distrik tidak mampu mengoperasikan komputer. Namun dengan adanya rumah pintar para aparat mempunyai kesempatan untuk belajar komputer. “Sehingga dapat membantu dalam meningkatkan pelayanan pemerintahan kampung maupun distrik kepada masyarakat,” ujar Kepala Dinas Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Pemkab Teluk Bintuni, Nico Nimbafu.
Untuk saat ini Rumah Pintar Masyarakat Bintuni berada di dua distrik yang terindentifikasi angka buta huruf masih tinggi. Kedua distrik tersebut, yaitu Distrik Babo dengan jumlah penduduk 3.801 jiwa dan Distrik Weriagar dengan jumlah penduduk 1.415 jiwa. Jumlah peserta pembelajaran komputer di Rumah Pintar Distrik Babo dan Werigara masing-masing sebanyak 14 orang.
Di Distrik Babo, jumlah pengunjung Rumah Pintar rata-rata sebanyak 1.232 orang per bulan. Sedangkan di Distrik Weriagar, rata-rata jumlah pengunjung tercatat 963 orang per bulan. Selain itu kesadaran masyarakat tentang pendidikan juga meningkat yang ditandai dengan meningkatnya partisipasi anak sekolah. Tak jarang para orang tua atau masyarakat umum pun ikut terlibat dalam aktivitas rumah pintar.
Kepala Dinas Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Pemkab Teluk Bintuni, Nico Nimbafu menyalami Tim Panel Independen, usai presenatsi dan wawancara Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2018 di Kementerian PANRB.
Sebelumnya kemampuan membaca anak-anak di Kab. Teluk Bintuni cukup rendah. Berdasarkan survey tes kemampuan membaca 50 kata per menit, diketahui bahwa 100% anak-anak SD kelas 2 tidak lulus tes. Sedangkan untuk anak-anak kelas 3 dan kelas 4 SD, masing-masing tercatat sebanyak 81,82% dan 55,77% yang tidak lulus tes.
Bahkan kehadiran Rumah Pintar Masyarakat Bintuni telah menjadi tempat pendidikan alternatif yang mengasyikan bagi anak-anak selain sekolah. Hal ini terlihat dari jumlah anak-anak yang berkunjung sekitar 80 anak per hari. “Karena sebelumnya anak-anak hanya bermain saja usai waktu sekolah, atau ikut orang tua di kebun maupun di laut,” imbuh Nico.
Rumpi Masbin mengolaborasikan tiga komponen penting, yaitu sekolah, keluarga/masyarakat, dan pemerintah. Dalam prosesnya, kegiatan di rumah pintar ini melibatkan guru dan masyarakat sekitar untuk menjadi tenaga trainer. Menurut Nico, pemilihan tenaga trainer dilakukan melalui seleksi yang ketat. Karena trainer yang dibutuhkan bukan hanya memiliki kemampuan bahasa Inggris, Matematika, literasi dan komputer yang baik, melainkan juga memiliki kepekaan terhadap masyarakat di wilayah tersebut.
Hadirnya Rumah Pintar Masyarakat Bintuni sebagai salah satu upaya pemberdayaan masyarakat pada sektor pendidikan. Paling tidak dapat memberikan kesempatan pada masyarakat yang tidak tersentuh oleh pendidikan formal untuk dapat memanfaatkannya. “Kehadiran rumah pintar ini diharapkan dapat menjadi rumah ramah anak,” ucap Nico.
Nico mengatakan, inovasi Rumpi Masbin ini dapat direpilkasi di daerah-daerah lain sesuai dengan situasi, kondisi dan kemampuan masyarakat itu sendiri. “Karena rumah pintar memiliki orientasi pada pemberdayaan masyarakat untuk dapat belajar, menambah pengalaman dan keterampilan yang akan berguna bagi kehidupannya,” pungkasnya. (don/HUMAS MENPANRB)