Terwujudnya Undang-Undang Pengendalian Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan (PPAP) diharapkan dapat mendorong tata kelola pemerintahan yang baik, yakni meningkatkan kepercayaan (trust) di antara instansi pemerintah dan antara instansi pemerintah dengan masyarakat.
Demikian dikatakan Deputi Kementerian Negara PAN dan Reformasi Birokrasi bidang Pengawasan dan Akuntabilitas, Herry Yana Sutisna dalam semiloka Uji Publik RUU PPAP di Yogyakarta, Kamis (29/7).
RUU ini juga akan mendorong perubahan cara pikir (mindset) pengawasan oleh aparat pengawas instansi pemerintah (APIP), dari paradigma watchdog (anjing penjaga) menjadi konsultan intern (internal consultant) dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan, dan pemecahan masalah untuk perbaikan sistem yang ada.
“Selain itu, APIP juga berperan sebagai katalis, sehingga pendekatan pengawasan yang dilakukan APIP berubah dari mencari kesalahan dan mempermalukan, menjadi memperbaiki dan membangun kapabilitas administrasi pemerintahan,” ujar Herry Yana lebih lanjut.
Dari framework yang diusulkan, lanjutnya, pengendalian penyelenggaraan administrasi pemerintahan terdiri dari tiga lapis. Lapis pertama sebagai pertahanan garis pertama, yakni masing-amsing penyelenggara administrasi pemerintahan di setiap level. Pada lapis kedua diperkuat oleh internal auditor, dan pada lapis ketiga oleh eksternal auditor.
Dijelaskan, sebagai upaya membangun pilar reformasi birokrasi, Kementerian PAN dan RB menyiapkan 9 RUU paket reformasi birokrasi. Dua RUU telah berhasil ditetapkan menjadi UU, yakni UU No. 39/2008 tentang Kementerian Negara, dan UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik. “Satu RUU lagi, yakni RUU tentang Administrasi Pemerintahan, saat ini dalam tahapan finalisasi di Sekretariat Negara untuk mendapatkan amanat Presiden, dan yang selanjutnya dibahas di DPR RI.
RUU PPAP, pada awalnya bernama RUU tentang Sistem Pengawasan Nasional yang mulai disusun tahun 2006, yang merupakan hasil kerjasama antara UGM dengan Kementerian PAN. Tahun 2009, Kementerian PAN dan RB melanjutkan penyusunan RUU tersebut, bekerjasama dengna Universitas Padjajaran. Melalui diskusi panjang, dan melibatkan berbagai pihak, akhirnya disepakati judul RUU tersebut diubah menjadi RUU tentang PPAP. Alasan utamanya, fokus dari RUU ini adalah penyelenggara administrasi pemerintahan, bukan pengawasan secara umum. “RUU ini merupakan pelengkap dari UU tentang Administrasi Pemerintahan,” tambah Herry Yana Sutisna.
Semangat utama reformasi birokrasi adalah mendayagunakan kapasitas sumberdaya birokrasi itu sendiri dalam memberikan pelayanan publik dan meningkatkan kualitas pengelolaan organisasi pemerintah. Dalam hal ini, pengendalian internal birokrasi merupakan kunci sukses utama.{mosimage}
Reformasi birokrasi, menurut Herry Yana Sutisna, tidak terpisahkan, dan merupakan bagian integral dari pembaruan system administrasi Negara dan reformasi nasional di bidang politik, hukum, ekonomi, pertahanan keamanan, sosial budaya, dan bidang-bidang lainnya.
Namun, lanjutnya, harus dipahami bahwa reformasi bukan hal yang instant, dan perubahan itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Karena itu, tanpa harus menunggu selesainya seluruh pilar dan pagar reformasi birokrasi, setiap instansi dapat memulai melalui reformasi kecil di lingkungan masing-masing, dengan meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan, serta perbaikan kinerja organisasi.
Dikatakan juga, bahwa RUU PPAP ini bertujuan untuk memberikan paying hukum yang lebih luas bagi PP No. 60/2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), dan memperluas definisi kegiatan pengendalian dari kegiatan pengawasan seperti yang diatur dalam PP tersebut.
Selain itu, sistem pengendalian intern dan peran APIP akan disempurnakan pada RUU PPAP dalam konsep manajemen risiko pemerintahan yang terintegrasi (MRPT). “Fungsi serta peran APIP juga akan diperjelas sesuai dengan peran pemberdayaan dan pengendalian penyelenggaraan administrasi pemerintahan,” tambahnya. (HUMAS MENPAN-RB)