Menteri Yuddy dan jajarannya berdiskusi dengan jajaran redaksi Harian Kompas, di Jakarta, Senin (14/03)
JAKARTA - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Yuddy Chrisnandi mengunjungi kantor redaksi Kompas, di Jakarta, Senin (14/03). Yuddy yang didampingi Deputi Kelembagaan dan Tatalaksana Rini Widyantini dan Deputi SDM Aparatur Setiawan Wangsaatmadja menjelaskan kebijakan pemerintah, dan sejumlah isu terkini yang berkaitan dengan Kementerian yang dipimpinnya.
Yuddy mengungkapkan, Presiden Joko Widodo menghendaki pada tahun 2019 Indonesia masuk kategori pemerintahan berkelas dunia. Karena itu, tata kelola pemerintahannya harus diperbaiki, pelayanan ditingkatkan, sehingga mempermudah masuknya investasi, industri makin meningkat, sehingga kesejahteraan masyarakat juga makin meningkat. "Semua itu, ujung tombak ada di pemerintah. Jadi untuk memperbaiki semua itu, pemerintahan dan aparaturnya harus diperbaiki," kata Yuddy.
Saat ini jumlah pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN), khususnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia sebanyak 4,5 juta orang. Dari jumlah itu, jumlah pegawai yang memiliki tingkat pendidikan setara SLTA ke bawah 39 persen, pendidikan S1 ada 42 persen, S2 sebanyak 11 persen, dan S3 hanya satu persen.
Kehadiran UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) bertujuan untuk mewujudkan SDM aparatur yang profesional, kompeten, dan berkinerja. “Artinya, untuk menjadi pegawai ASN harus ada seleksi yang ketat, dan tidak memmungkinkan ada orang yang lulus dengan membayar sejumlah uang," kata Yuddy.
Yuddy juga menjelaskan mengenai beban belanja pegawai dalam APBN yang secara nasional mencapai 33,8 persen. Dikatakan, beban tersebut belum mencakup belanja modal dan belanja barang yang terkait dengan belanja pegawai, yang jika dijumlahkan estimasinya mencapai 60 persen.
Kalau dibiarkan terus, sasaran untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan berkelas dunia akan menjadi sulit. “Untuk itu, kita ingin membatasi SDM aparatur ini menuju angka yang pas untuk postur Indonesia," kata Yuddy.
Isu lain yang dibahas dalam pertemuan bersama petinggi di redaksi Kompas tersebut mengenai masalah peningkatan status Badan Nasional Narkotika dari Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) menjadi kementerian. Menurut Yuddy, peningkatan status tersebut merupakan hak prerogatif Presiden.
"Sebagai kementerian yang juga mengurus masalah kelembagaan kita hanya bisa mengikuti instruksi Presiden saja. Jika memang Presiden memerintahkan maka kita akan melaksanakannya, karena kita bekerja berdasarkan aturan, pedoman dan perintah presiden," kata Yuddy.
Yuddy pun berpesan kepada K/L atau para legislator untuk lebih aware terhadap materi pra pengaturan masalah kewenangan lembaga. Karena setiap ada Undang-Undang yang disahkan maka akan dibentuk satu lembaga baru.
Padahal, pemerintah menginginkan agar tahun 2019 harus sudah memiliki kelembagaan yang lebih ramping sebagai legacy yang lebih sehat. “Jadi siapapun presidennya, annti struktur birokrasi pemerintahan kita sudah siap bersaing di dunia internasional," kata Yuddy. (ns/HUMAS MENPANRB)