Penegakan disiplin PNS terus digalakkan, termasuk melalui peraturan perundang-undangan dengan menerapkan sanksi hukum secara tegas bagi setiap pelanggaran. Bahkan, hukuman juga bisa dikenakan terhadap pejabat yang seharusnya memberikan hukuman, tetapi tidak melaksanakannya.
Demikian salah satu isi RPP pengganti PP No. 30/1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, seperti dikemukakan Deputi Kementerian Negara PAN Bidang SDM Aparatur, Ramli E. Naibaho, di Jakarta, Senin (30/3).
Revisi PP tersebut dilakukan sejalan dengan pelaksanaan reformasi birokrasi, diarahkan untuk pembinaan disiplin PNS. Hal ini sebagai respon atas penilaian masyarakat, bahwa PNS pada umumnya kurang disiplin dan kinerjanya rendah. ”Untuk itu perlu dibuat ukuran-ukuran, sehingga benar tidaknya penilaian itu bisa diuji secara ilmiah. Melalui revisi PP 30/80, diharapkan kedisiplinan dan kinerja PNS meningkat, sekaligus bisa dijadikan tolok ukur dalam penilaian kinerja PNS,” ujarnya.
Revisi PP yang dilakukan Kementerian Negara PAN dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) ini, diharapkan bisa diselesaikan pada bulan April atau Mei 2009 mendatang, dan selanjutnya diserahkan ke Presiden untuk ditandatangani.
Kebijakan tersebut harus mampu memberikan manfaat yang besar, misalnya konsekuensi dan dampak apa yang bisa dihasilkan setelah PP itu diberlakukan. Selain itu, setiap kebijakan yang dibuat jangan sampai menimbulkan masalah baru, dan bisa dioperasionalkan di lapangan.
Dalam RPP ini, kehadiran PNS di kantor merupakan salah satu tolok ukur utama dalam penilaian kedisiplinan. Keterlambatan tiba tidak bisa ditolerir. Misalnya, pegawai yang selalu datang terlambat 30 menit, maka dalam 15 hari dia sudah terlambat 7,5 jam. ”Angka itu diakumulasikan, sehingga pegawai tersebut sudah dianggap tidak masuk kerja sehari,” ujar Ramli lebih lanjut.
Akumulasi juga berlaku dalam hal tidak masuk kerja tanpa keterangan (TK). Saat ini, perhitungan cuti sebanyak 12 hari dalam setahun, diberikan toleransi ijin 4 hari untuk keperluan-keperluan keluarga, misalnya mengambil raport anak. Namun toleransi tidak berlaku untuk hari ke lima dan seterusnya. Bila dalam setahun tidak masuk kerja tanpa keterangan (di luar 12 hari cuti dan 4 hari toleransi), dan diakumulasikan jumlahnya menjadi 15 hari, pegawai akan mendapatkan sanksi hukuman. Pada angka 16 hari – 25 hari, hukumannya bertambah berat, dan di atas 25 hari, pegawai tersebut diberhentikan dengan tidak hormat.
Agar di kemudian hari tidak menimbulkan masalah baru, RPP tersebut dimintakan pendapat dari berbagai instansi pemerintah, guna mendapat masukan lebih lanjut. Termasuk diantaranya masalah angka 4 hari toleransi, yang masih diperdebatkan. Pasalnya, bangsa Indonesia dengan beraneka suku bangsa memiliki tradisi dan budaya beragam. Salah satu contohnya masyarakat Bali, yang memiliki banyak hari raya, seperti Galungan, Nyepi dan sebagainya. Konsekuensinya, PNS dari Bali tentu sebentar-sebentar minta ijin pada setiap hari raya.(HUMAS MENPAN)