Deputi bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB Rini Widyantini dalam Webinar Kearsipan yang diinisiasi oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Kamis (16/07).
JAKARTA – Salah satu kebijakan yang diambil oleh pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) dalam menghadapi pandemi global adalah penerapan flexible working arrangement (FWA). Penerapan tata kelola pemerintah dengan sistem baru ini tentunya memerlukan sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE).
“Penerapan SPBE ini merupakan suatu keharusan sebagai pondasi penyelenggaran pemerintahan dan pelayanan publik dalam pemberlakuan tatanan normal baru,” jelas Deputi bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB Rini Widyantini dalam Webinar Kearsipan yang diinisiasi oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Kamis (16/07).
Perubahan sistem kerja dengan pembagian kerja dari rumah dan kantor ini dapat berjalan optimal dengan adanya transformasi SDM dan penerapan SPBE. Dengan demikian, mereka yang bekerja dari kantor dan dari rumah dapat tetap terkoneksi dengan data-data yang terintegrasi sehingga tuntutan kerja aparatur sipil negara (ASN) yang tinggi tetap dapat terpenuhi. “Percuma kita bekerja dari rumah, kalau tidak bekerja berdasarkan data yang terintegrasi,” lanjut Rini.
Lebih lanjut, Rini menjelaskan bahwa tantangan dalam penerapan SPBE ini adalah rendahnya kolaborasi data antar-instansi pemerintah, sistem silo yang masih banyak ditemui, serta data yang kurang berkualitas. Untuk menghadapi tantangan ini, pemerintah telah mengeluarkan dua kebijakan, yakni Perpres No. 95/2018 tentang SPBE dan Perpres No. 39/2019 tentang Satu Data Indonesia.
SBPE sebagai pendukung penyelenggaran pemerintahan, dapat digunakan untuk mendukung pelaksnaan tugas-tugas pemerintah, terutama dalam tiga hal. Pertama, layanan administrasi pemerintahan berbasis elektronik dalam bentuk sistem aplikasi, seperti aplikasi e-office dan aplikasi informasi kepegawaian. Kemudian, pemanfaatan aplikasi komunikasi dan kolaborasi yang dapat digunakan untuk video conference.
Ketiga, pemanfaatan SPBE dalam aplikasi pendukung lain, seperti presensi digital dan penyimpanan awan (cloud storage). “FWA ini menciptakan cara kerja normal baru, sehingga ASN dapat bekerja lebih fleksibel, dinamis, dan kolaboratif. Cara kerja dalam tatanan normal baru ini perlu dipertahankan,” ujarnya.
Salah satu percepatan SPBE yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah pemanfaatan aplikasi umum, yang salah satunya dibidang kearsipan. Melalui aplikasi umum kearsipan ini, maka akan terjadi integrasi layanan kearsipan yang dinamis. Penerapan aplikasi umum dibidang kearsipan ini juga didukung dengan kebijakan SE Menteri PANRB No. 62/2020 tentang Penyelamatan Arsip Penanganan Covid-19 dalam Mendukung Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah ini perlu direkam sebagai bukti dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.
Penyelamatan arsip dalam penanganan Covid-19 dapat dijadikan dokumen otentik sebagai sumber pembelajaran dan warisan dokumenter. Sehingga harus dilakukan digitalisasi arsip sebagai penerapan SPBE, sinergitas dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, dan koordinasi, monitoring, evaluasi pelaporan daftar arsip penanganan Covid-19.
Untuk itu, terdapat tiga upaya yang harus dilakukan oleh ANRI sebagai instansi pembina dan pengelola kearsipan nasional setelah diterbitkannya SE Menteri PANRB No. 62/2020 ini. Dimulai dari monitoring dan evaluasi secara aktif implementasi SE tersebut, serta menyusun pedoman tata cara digitalisasi arsip. “Kemudian, dua hal tersebut dapat dilakukan dengan menyusun kebijakan teknis terkait penyelematan arsip penanganan Covid-19 yang bukan saja dilakukan oleh pemerintah, tapi juga organisasi politik dan kemasyarakatan,” jelasnya.
Untuk melaksanakan tugas tersebut, ANRI dapat menggunakan aplikasi umum kearsipan berbagai pakai. Sehingga bagi yang belum menggunakan arsip elektronik, dapat dengan mudah mengoordinasikan arsip kebijakan penanganan Covid-19 yang dimilikinya. “Dengan demikian, seluruh kebijakan terkait dengan penanganan Covid-19 dapat terekam dengan baik secara digital,” pungkas Rini. (ald/HUMAS MENPANRB)