Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardhana dalam seminar daring penyelenggaraan pelayanan publik bertema Menghadapi Era Tatanan Normal Baru, Rabu (03/06).
JAKARTA – Menghadapi tatanan normal baru (the new normal), kepentingan kesehatan dan ekonomi dipandang harus berjalan paralel. Untuk menjamin agar ekonomi tidak berhenti, pemerintah diharapkan menumbuhkan inovasi pelayanan publik berbasis digital, jelas, serta transparan.
Inovasi-inovasi perlu dimunculkan agar pelayanan publik ditengah pandemi tetap optimal. “Dalam masa pandemi Covid-19, pelayanan publik konvensional itu perlu digeser dalam bentuk inovasi-inovasi supaya ekonomi tidak mati,” ujar Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardhana dalam seminar daring atau webinar penyelenggaraan pelayanan publik dengan tema Menghadapi Era Tatanan Normal Baru, Rabu (03/06).
Selain inovasi, menurutnya akan lebih baik jika pemerintah mengubah prosedur perizinan menjadi proses notifikasi yang memudahkan masyarakat saat membuka usaha. “Tidak perlu izin, yang penting adanya pemberitahuan, nanti akan ada petugas dari pemerintah yang akan datang untuk mengisi syarat-syaratnya,” tuturnya.
Selanjutnya, pemerintah juga disarankan untuk menghilangkan persyaratan administratif dan pungutan perizinan, serta memfokuskan program pelayanan publik pada terwujudnya peningkatan jumlah Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di daerah. "Jangan mencoba mengejar pertumbuhan industri dalam skala besar di masa pandemi seperti ini untuk menyerap tenaga kerja, tapi tumbuhkan UKM,” ungkap Danang.
Untuk memenuhi harapan masyarakat terhadap pelayanan publik di era new normal life, ia menyampaikan pemerintah diharapkan mampu menyajikan akurasi data kependudukan. Apabila akurasi data sosio ekonomi dan kependudukan tidak akurat maka akan menimbulkan kecemburuan dan potensi konflik sosial. Dalam hal ini, Danang memberikan contoh pada pemberian bantuan sosial, dimana pembagian bantuan sosial tersebut tidak merata. “Untuk itu harapan kami sebagai publik, tolong akurasi data kependudukan itu bottom up, bukan top down,” jelasnya.
Lanjutnya dikatakan, redefinisi status ekonomi warga berhak bantuan sosial harus dimiliki. Pada situasi darurat bencana, diperlukan fokus pada strata ekonomi tertentu yang memerlukan jaringan pengaman sosial, yaitu warga miskin, hampir miskin, dan tiba-tiba miskin. Untuk itu, perlu empati dan kejelian ASN. “Situasi terbaru dalam langkah mencegah pandemi, perlu kejelian dan empati ASN, serta menyosialisasikannya kepada publik agar mereka memahami dan konflik sosial tidak muncul,” jelasnya.
Bagi masyarakat, tatanan normal baru merupakan sesuatu hal yang baru. New normal dipahami secara sederhana sebagai sesuatu yang diluar kebiasaan. Sebagai perwakilan publik, Danang menyampaikan tujuh harapan publik di era new normal.
Pertama, pemerintah diharapkan untuk mengeluarkan aturan yang tidak tumpang tindih. “Jangan ada kompetisi antar-kementerian, jangan ada kompetisi rivalitas antar-gubernur. Ini masalah nasional, satu juru bicara cukup,” ungkapnya.
Harapan yang kedua, yakni terkait kepastian mengatur dan mengawasi. Di era tatanan normal baru, kewenangan mengatur dan mengawasi tidak bisa sembarangan, harus kepada satu institusi dan satu pejabat.
Ketiga adalah database yang akurat. Selanjutnya harapan yang keempat, terkait layanan perizinan investasi untuk mengatasi tenaga kerja yang diberhentikan dan yang akan datang. Kelima, bahasa edukatif yang mudah dimengerti publik.
Keenam, infrastruktur dasar yang memadai sesuai untuk kepentingan darurat. Kebijakan terkait pencegahan penyebaran Covid-19 tidak akan berjalan apabila infastruktur dasar tidak ada. Harapan yang terakhir yakni inovasi pelayanan publik yang mudah, jelas, dan adil. (fik/HUMAS MENPANRB)