Pin It

20151220 Wisuda UHAMKA

Menteri Yuddy menyalami para wisudawan usai memberikan orasi ilmiah pada wisuda Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka di JCC Senayan, Minggu (20/12).

 

JAKARTA – Sebagai upaya perwujudan tata kelola pemerintahan, reformasi di bidang manajemen  aparatur sipil negara (ASN) sangat diperlukan. Indonesia akan memasuki babak baru ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). “Good governance berguna untuk meningkatkan daya tarik investasi demi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di Indonesia dalam rangka menghadapi tantangan MEA”, ujar Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Yuddy Chrisnandi saat menyampaikan orasi ilmiah pada wisuda Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka di JCC Senayan, Minggu (20/12).

MEA ditandai dengan pasar tunggal dan berbasis produksi, aliran modal dan terbukanya kesempatan berinvestasi tanpa batas, serta persaingan tenaga kerja yang berkompeten. Indonesia dinilai sangat layak untuk mempimpin ASEAN. Hal ini dilihat dari laju ekonomi dan pertumbuhan populasi sebagai jaminan tersedianya sumber daya manusia, lokasi yang strategis dan sumber daya alam yang seolah tanpa batas, serta daya tarik kehidupan demokrasi dan stabilitas politik.

Untuk menghadapi MEA, beberapa upaya telah dilakukan pemerintah melalui Kementerian PANRB dalam rangka reformasi manajemen ASN. Hal ini berguna untuk menjadikan manajemen sumber daya aparatur lebih profesional, dan transparan sesuai dengan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar.

Sebagaimana reformasi bermakna perubahan terhadap sebuah sistem yang sudah ada, ASN juga dituntut untuk dapat menyesuaikan diri terhadap upaya-upaya perubahan sebagai bagian dari pelaksanaan reformasi birokrasi. Peran strategis ASN sebagai pelaksana reformasi birokrasi di Indonesia menuntut ASN untuk tidak hanya melibatkan perubahan perilaku dan proses pembelajaran terhadap perubahan itu sendiri, tetapi juga menyangkut pengambilan-pengambilan keputusan secara profesional yang berdampak pada terlaksananya reformasi birokrasi.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia masih menghadapi hambatan dalam rendahnya kinerja pelayanan birokrasi dan masih tingginya angka korupsi di Indonesia. Hal ini tergambar dari beberapa laporan kinerja pemerintahan seperti The Global Competitiveness Report 2014-2015 (World Economic Forum, 2014) dimana Indonesia menempati peringkat 37 dari 140 negara, dan laporan Bank Dunia melalui Worlwide Governance Indicators yang menunjukkan bahwa efektivitas pemerintahan (Government Effectiveness) Indonesia masih sangat rendah, dengan nilai indeks di tahun 2014 adalah – 0, 01.

Selain itu Indeks Persepsi Korupsi (The Corruption Perceptions Index) Indonesia berdasarkan data dari Transparency International juga masih rendah pada nilai indeks 34 (dari nilai indeks bersih korupsi 100) dan berada pada ranking 107 dari 175 negara pada tahun 2014. Hal ini tentunya menjadi kendala karena pembangunan nasional dalam era persaingan global menuntut adanya birokrasi yang efisien, berkualitas, transparan, dan akuntabel, terutama terhadap prospek bidang investasi di Indonesia.

Untuk mengurangi hal itu, maka pemerintah harus mampu berpikir selangkah ke depan (think ahead) sebagai tindakan antisipatif tidak hanya terhadap ancaman-ancaman potensial namun juga terhadap potensi-potensi baru yang tersedia melalui produk-produk kebijakan yang menjamin masyarakatnya mampu beradaptasi terhadap hal tersebut.

Selain itu, pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap kebijakan-kebijakan dan program yang sudah berjalan (think again) untuk mengetahui efektifitas dan relevansinya terhadap perubahan dan goncangan yang muncul di era yang super cepat ini. “Pemerintah dituntut untuk mampu melakukan inovasi dan belajar dengan cepat untuk menjawab tantangan-tantangan baru dan mengeksploitasi peluang-peluang baru, yang berarti pemerintah harus mampu berpikir secara holistic dan lintas sektor (think across) serta mampu menyeberangi batas-batas pemikiran tradisional (out of the box) untuk menghasilkan ide-ide baru dan kebijakan-kebijakan praktis,” kata Menteri Yuddy.

Reformasi manajemen ASN yang telah dilakukan Kementerian PANRB yaitu setiap instansi pemerintah wajib menyusun kebutuhan jenis jabatan dan jumlah PNS berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja, peta jabatan, dan ketersediaan pegawai yang ada. “Sampai dengan tahun 2019, kami akan melalukan langkah rasionalisasi PNS sejumlah kurang lebih 1 juta orang PNS dalam rangka memperbaiki distribusi kesenjangan antara kualitas dan kuantitas PNS. Melalui hal ini diharapkan proporsi belanja pegawai dapat dikurangi secara proporsional,” ujar Yuddy.

Selain itu, untuk memperoleh kualitas ASN yang baik, pengadaan pegawai dilakukan secara nasional, dimana pemerintah membentuk Panitia Seleksi Nasional Pengadaan CPNS, yang selama prosesnya diinformasikan secara terbuka. Dengan sistem registrasi on-line dan seleksi calon pegawai ASN secara terkomputerisasi dengan menggunakan CAT (Computer Assissted Test) maka praktek KKN, percaloan dan sebagainya dalam sistem pengadaan dapat dihindari.

Reformasi manajemen SDM Aparatur juga dilakukan melalui penerapan sistem penilaian penilaian pegawai, dimana kinerja dan disiplin ASN, kinerja dan prestasi kerja menjadi tolok ukur bagi seorang ASN. Pegawai ASN dapat diberhentikan bukan hanya karena melakukan pelanggaran disiplin yang terkait dengan perilaku ASN, akan tetapi juga dapat diberhentikan apabila tidak dapat menunjukkan kinerja yang baik dalam pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

Berdasarkan sistem merit, pelaksanaan seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) dilaksanakan melalui sistem seleksi terbuka dan kompetitif yang diawasi sepenuhnya oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

Menteri Yuddy berharap UHAMKA mampu menjawab tantangan tersedianya calon-calon ASN yang memiliki kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, dan sosial yang siap untuk berkontribusi dalam terwujudnya reformasi birokrasi demi mendongkrak daya saing Indonesia di kancah internasional, tidak hanya melalui penyediaan sumber daya manusia yang kompeten, kapabel, dan kompetitif, namun juga melalui kontribusi kontribusi pemikiran dari semua civitas akademik. (rr/HUMAS MENPANRB)