Pin It

YOGYAKARTA – Wakil Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Eko Soetrisno membuka diklat dan workshop analisis jabatan, analisis beban kerja, evaluasi jabatan bagi pemerintah Provinsi, Kabupaten, dan Kota se Jawa Tengah Angkatan II di Yogyakarta, Senin (18 Juni). Diklat tersebut diikuti 22 instansi pemerintah  daerah dengan peserta sebanyak 154 orang yang belum mengikuti diklat pada angkatan.  Angkatan I sudah dilakukan pada pertengahan Mei 2012, dibuka oleh Sekretaris Kementerian PAN dan RB Tasdik Kinanto.

Penanggung jawab workshop Heru Purwaka mengatakan, materi diklat meliputi analisis jabatan, penyusunan peta jabatan dan analisis beban kerja, perhitungan jumlah kebutuhan pegawai, penataan PNS dan proyeksi kebutuhan PNS selama 5 tahun, serta evaluasi jabatan dan pemeringkatan jabatan. Materi tersebut sangat diperlukan sebagai upaya riil dalam menyikapi kebijakan moratorium CPNS yang menuntut analisis jabatan dan pemetaan jabatan. Tanpa melampirkan analisis jabatan, maka daerah tidak akan diberikan formasi penambahan PNS.

Menurut Eko Soetrisno, dengan adanya diklat seperti ini, maka pengajuan formasi PNS tidak lagi asal-asalan, seperti halnya yang terjadi sebelum moratorium, yang mengakibatkan terjadinya permasalahan kepegawaian di tanah air. Hal itu juga merupakan efek dari masalah otonomi daerah yang memberikan kewenangan kepada kepala daerah sebagai Pejabat Pembina kepegawaian (PPK), dan menyebabkan terjadinya politisasi birokrasi.

“Ke depan, kita akan mengetahui berapa jumlah pegawai, berapa kekurangan atau kelebihannya, sehingga mengelolanya bisa lebih tertib. Dengan proyeksi kebutuhan pegawai dalam lima tahun, akan diketahui tahun ini membutuhkan jabatan apa, tahun depan jabatan apa saja, berapa dan seterusnya,” ujarnya. Lebih dari itu, kondisi tersebut juga bisa memperkecil terjadinya KKN dalam rekruitmen CPNS.

Selain anjab dan ABK, dalam proses rekruitmen CPNS ke depan juga akan dilakukan lebih transparan. Testing yang selama ini dilakukan di stadion-stadion, ke depan akan dihindari, karena dilakukan dengan system Computer Asisted Test (CAT). Dengan cara itu, testing dilakukan di dalam suatu ruangan, dengan jumlah peserta terbatas, waktunya singkat, masing-masing menghadapi sebuah computer, dan hasilnya dapat dilihat begitu selesai  mengerjakan soal.  “Selama ini, kecurangan sering terjadi karena hasil test sering diinapkan dulu, sehingga masuk angin. Dengan CAT, hasil test tidak perlu diinapkan lagi,” ujar Eko.

Adapun soal test disusun oleh konsorsium 10 perguruan tinggi negeri (PTN), yang ketuanya Universitas Gadjah Mada (UGM). Meskipun masing-masing peserta test duduk berdampingan, tapi mereka tak akan saling menyontek, karena satu sama lain soalnya berbeda.

Beberapa peserta pelatihan Anjab yang diselenggarakan di Kanreg I BKN Yogyakarta ini  menyatakan, kegiatan seperti ini sangat membantu daerah dalam melakukan penghitungan kebutuhan pegawai. Apalagi kegiatan ini tidak hanya teoritis, tetapi sekaligus dipraktekkan, sehingga tidak lupa, ujar N. Mitayani dari Kabupaten Sragen. Diakuinya bahwa Kabupaten Sragen yang memiliki sekitar 13 ribu pegawai, tahun ini belum mengajukan formasi tambahan pegawai, karena belum menyertakan lampiran anjab dan ABK. “Dengan mengikuti pelatihan ini, pimpinan mendorong kami untuk bisa segera membuat analisis jabatan secara benar, sehingga tahhun 2012 ini bisa mengajukan formasi. Tetapi kami justeru khawatir, dengan waktu yang tinggal sedikit ini, tidak bis memotret kondisi kepegawaian yang riil,” tambah Mita yang dibenarkan  Yetti dari Dinas Kesehatan, Suprapti, Dinas Pendidikan, serta Jeki dari BKD Sragen.

Bahkan Jeki berharap, diklat anjab seperti ini tidak berhenti sampai di sini, tetapi secara regular terus dilakukan, sehingga seluruh satuan kerja juga memiliki tenaga analis jabatan. “Saat ini hanya empat satker, yakni BKD, Bagian Organisasi dan Kepegawaian, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pendidikan, yang memang dikecualikan dari moratorium,” tambahnya.

Pendapat senada disampaikan Indra Permadi dari Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Salatiga. Dengan materi yang disampaikan sebenarnya sangat   membantu pemda dalam melakukan penataan kepegawaian di daerah, sehingga jumlah pegawai maupun jabatannya benar-benar sesuai kebutuhan riil.

Namun, menurut Indra, selama ini masalah kepegawaian yang seharusnya mengikuti prinsip merit system, ternyata tidak berdiri sendiri. “Masih ada tangan-tangan lain yang turut menentukan siapa yang bisa diterima dan berapa jumlah yang diinginkan. Pasalnya, pejabat pembina kepegawaian dipegang oleh kepala daerah, sehingga nuansa politis sering mewarnai rekruitmen CPNS maupun promosi jabatan,” ujarnya. (ags/HUMAS MENPAN-RB)