Meskipun berhasil mempertahankan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) atas laporan keuangan tahun 2009, namun bukan berarti sudah bebas dan bersih (free and clear). Sebab pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan BPK berlandaskan pada standar akuntansi pemerintah, yang belum bicara soal efisiensi, target, maupun program.
Untuk itu, setelah berhasil mempertahankan predikat WTP, setiap instansi pemerintah harus memaksimalkan kinerjanya, selain harus tetap patuh pada aturan dan ketentuan yang berlaku. ”Jangan hanya baik dalam menyusun laporan, tetapi kinerja atau outcomenya tidak jelas atau nol,” ujar Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi E.E. Mangindaan ketika menerima hasil pemeriksaan laporan keuangan dari BPK di Kementerian PAN dan RB, Selasa (20/7).
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK yang diserahkan oleh Anggota BPK Hasan Bisri itu, laporan keuangan Kementerian PAN dan RB tahun 2009 mendapat predikat wajar tanpa pengecualian (WTP). Predikat yang sama juga diperoleh untuk laporan keuangan tahun 2008, dari tahun 2007 wajar dengan pengecualian (WDP).
Dalam kesempatan itu, Hasan Bisri yang didampingi Auditor Utama BPK, Widodo Mumpuni mengatakan, meski kali ini pemerintah (pusat) mendapat predikat WTP, tetapi masih ditemui adanya sejumlah instansi yang melakukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang berlaku.
Sebagai contoh, lanjutnya, terkait dengan manajemen persediaan, klasifikasi anggaran, perjalanan dinas. ”Meskipun hampir 5 tahun ini sudah menerapkan sistem ad cost, tetapi masih banyak aparatur yang akal-akalan,” ucapnya. Disebutkan, misalnya boarding pas dan airport tax, yang ternyata masih bisa dibeli.
Dikatakan juga soal biaya operasional, yang biasanya diberikan kepada pimpinan tertinggi suatu instansi, mulai dari Presiden sampai Bupati/Walikota, yang kebanyakan digunakan untuk kepentingan pribadi, tetapi sulit membuktikannya. Terhadap hal itu, anggota BPK ini menyarankan agar BOP itu dijadikan tunjangan kinerja saja. ”Kenapa tidak ditetapkan saja sebagai tunjangan kinerja,” sergahnya.
Hasan Bisri juga mengatakan, ke depan pihaknya akan melakukan pencocokan data pegawai yang ada di Badan Kepegawaian Negara (BKN) dengan instansi pemerintah, khususnya pemda. Sebab, bukan mustahil adanya data fiktif yang ada di instansi pemerintah tersebut.
Menanggapi hal itu, Menteri Mangindaan menegaskan, berbagai catatan yang dilakukan oleh BPK ini erat kaitannya dan sejalan dengan reformasi birokrasi, yang dalam pelaksanaannya ingin mempercepat pemberantasan korupsi dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. ”Dalam reformasi birokrasi, kami melakukan pendekatan pre emptif, tetapi jangan sampai ada celah bagi aparatur untuk melakukan korupsi,” tambahnya.
Menteri juga sependapat dengan BPK, agar pelaksanaan perjalanan dinas maupun ATK tidak diakal-akali lagi. Terlebih bagi kementerian dan lembaga yang sudah menerima tunjangan kinerja. ”Tinggalkan permainan gaya lama dengan kuitansi kosong, baik untuk ATK maupun boarding pas itu,” ujar Menteri, sambil menambahkan bahwa saran BPK agar BOP diubah menjadi tunjangan kinerja, pihaknya sependapat dan akan mengusulkan hal itu ke Kementerian Keuangan.
Diingatkan juga, agar para atasan bendahara yang selama ini hanya tinggal teken, dapat melakukan pengawasan lebih ketat kepada bendahara. Bendahara sendiri, dengan posisinya yang mandiri, perlu mengingatkan kepada atasan, apabila atasannya sering memaksakan kehendak untuk menggunakan anggaran yang tidak semestinya.
Sekretaris Kementerian PAN dan RB, Tasdik Kinanto mengungkapkan bahwa pemeriksaan yang dilakukan BPK di Kementerian PAN dan RB berlangsung selama 45 hari dari tanggal 22 Pebruari sampai 20 April 2010. (HUMAS MENPAN-RB)