Pin It

MENTERI di KEMHAN 5

Menteri Yuddy terlibat perbincangan serius dengan Menteri Pertahanan Riamizard Ryacudu, di sela-sela Rapim Kementerian Pertahanan di Jakarta, Selasa (12/01).

 

JAKARTA - Reformasi pertahanan merupakan jawaban atas tuntutan masyarakat madani (civil society) yang menginginkan agar dilakukan perbaikan terhadap penyelenggaraan kekuasaan pertahanan negara,  yang harus lebih mengedepankan transparansi dan akuntabiltas. Selain itu, pertahanan juga harus penegakan prinsip netralitas dan ketidakberpihakan militer pada satu golongan politik tertentu.

Demikian dikatakan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi pada acara Rapim Kementerian Pertahanan dengan tema pencerahan tentang perubahan dan penyempurnaan organisasi yang dilaksanakan di Kemeneterian Pertahanan, Selasa (12/01).

“Reformasi pertahanan dapat dikatakan sebagai sebuah model transformasi progresif dari konsep reformasi militer yang cenderung terfokus pada dimensi sosio-politik ke relasi sipil-militer yang berlandaskan pola hubungan kultural,” ujarnya.

Dikatakan, reformasi pertahanan tidak hanya mendorong perbaikan dari aspek pola hubungan kultur sipil-militer.  Lebih dari itu, juga mendorong peningkatan transformasi kultural untuk bergerak jauh ke depan menuju transformasi struktural-institusional pertahanan.

Yuddy menambahkan, sebagai pembantu Presiden dan sebagai pejabat politik yang memimpin Kementerian Pertahanan sebagai departemen sipil, Menteri Pertahanan setidaknya dipandang dapat merealisasikan hubungan sipil-militer yang demokratis.

Sementara TNI sebagai pelaksana kekuatan militer ditempatkan di bawah koordinasi Menteri Pertahanan dalam hal kebijakan pertahanan, anggaran, dan administrasi sebagaimana yang telah dilegalformalkan melalui UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. “Dengan hadirnya undnag-undang tersebut, Kementerian Pertahanan telah mendapat tambahan penguatan kewenangan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang pertahanan negara,” imbuh Yuddy.

Dengan melihat mandat tersebut, lanjut Yuddy kebijakan pertahanan negara merupakan wilayah kewenangan Menhan selaku pelaksana otoritas sipil di bidang pertahanan. Sehingga dalam hal kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi, TNI berada di bawah koordinasi Kemhan, military missions in support of civilian authorities.

Menurut Yuddy, dilihat dari sisi legalitas formal, undang-undang tersebut sudah cukup menjelaskan tentang tugas dan fungsi dari Kemhan sebagai pembuat keputusan di bidang pertahanan negara baik dari sisi pembuatan kebijakan strategis (strategic policy) maupun perencanaan strategis serta kebijakan penggunaan TNI.

Berdasarkan UU tersebut secara formal Kemhan memiliki kewenangan penggunaan anggaran pertahanan. “Yang perlu perenungan bersama adalah sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan Kemhan tersebut akan dan dapat dilaksanakan secara operasional oleh unit organisasi Kemhan itu sendiri maupun oleh TNI sebagai mitra Kemhan,” tegas Yuddy.

Yuddy mengharapkan, aktualisasi peran Kemhan sebagai perwujudan supremasi otoritas sipil akan terlihat secara jelas dan konkret dalam produk-produk kebijakan yang telah dihasilkan. “Apakah memang produk kebijakan itu sudah memenuhi asas keterbukaan dan tranparansi, serta melalui kajian ulang yang memadai dalam melihat ancaman dan tantangan ke depan di bidang pertahanan dan keamanan,” ujar Yuddy yang didampingi Deputi Kelembagaan dan Tatalaksana Kementerian PANRB Rini Widyantini. (gin/HUMAS MENPANRB)