Menteri PANRB Yuddy Chrisnandi didampingi pembina paguyuban warga Banten Jenderal (Purn) Suryadi Sudirja, Ketua Umum Paguyuban Warga Banten Tb. Farich Nachril, Kapolda Banten Brigjen Pol Boy Rafi Amar dalam acara diskusi bertema Menggugat 15 Tahun Reformasi Birokrasi, Sabtu (23/1). Dalam acara tersebut Menteri Yuddy dikukuh menjadi warga kehormatan Banten.
BANTEN - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Yuddy Chrisnandi menyarankan Gubernur Banten melakukan perombakan birokrasi secara radikal. Sehingga kualitas pembangunan di Provinsi Banten bisa menjadi baik. Hal tersebut diungkapkan Menteri PANRB dalam acara diskusi publik dengan tema Menggugat 15 Tahun Reformasi Birokrasi di Banten, Sabtu (23/1).
Hadir dalam diskusi tersebut mantan Menteri Dalam Negeri yang juga pembina paguyuban warga Banten Jenderal (Purn) Suryadi Sudirja, Ketua Umum Paguyuban Warga Banten Tb. Farich Nachril, Kapolda Banten Brigjen Pol. Boy Rafi Amar, dan tokoh-tokoh ulama Provinsi Banten. "Salah satu upaya untuk memperbaiki pembangunan di Provinsi Banten, saya menyarankan pada Gubernur Banten untuk berani melakukan perombakan radikal pada birokrasinya," kata Yuddy.
Yuddy mengatakan, nilai akuntabilitas kinerja Provinsi Banten kurang memuaskan. Nilai yang diperoleh menurun dari tahun sebelumnya yaitu 58,25 pada tahun 2014 menjadi 51,72 di tahun 2015. "Ini harus menjadi catatan yang penting bagi Gubernur dan seluruh jajaran birokrasi karena yang dinilai bukan hanya Gubernur. Evaluasi akuntabilitas kinerja ini menilai sistem birokrasi, tata kelola dan tata kerja pemerintahannya," imbuh Yuddy.
Menurut Yuddy, memperbaiki akuntabilitas kinerja sangat mudah. Misalnya, jika Dinas PU diberikan Rp 100 miliar untuk membangun jalan, namun dalam waktu 6 bulan jalannya sudah bolong berarti ada korupsi. Contoh lain, misalnya saat berkunjung ke kantor-kantor pemerintahan. Jika di tempat parkirannya berantakan, tidak ada petugas yang memberikan arahan saat berkunjung, maka bisa dipastikan nilai akuntabilitasnya buruk.
"Tigapuluh empat provinsi sudah saya datangi. Saya punya kesimpulan yaitu satu instansi pemerintahan ada kepemimpinan yang baik, sistem penerapannya baik, pelaksanaannya diawasi, dilaksanakan dengan bertanggungjawab, maka itu akan baik nilainya," kata Yuddy.
Yuddy optimis, permasalahan di Banten bisa diperbaiki jika Gubernur Banten mau mengikuti sarannya dengan melakukan perombakan birokrasi. Menurutnya, cara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok patut dilakukan, antara lain dengan menerapkan seleksi terbuka, khususnta untuk pejabat eselon I, II,bahkan eselon III.
"Gunakan modelnya Pak Ahok, laksanakan seleksi terbuka untuk mendapatkan orang-orang baik, supaya anggaran pembangunan hasilnya berkualitas, dengan outcome yang diharapkan. Kalau bisa dilakukan, kualitas pembangunannya pasti akan bagus, DKI Jakarta dan Yogyakarta sudah melakukan itu."
Yuddy menyentil Rano Karno dengan menyebut 'Si Doel anak Betawi' seharusnya berani. "Berani karena benar, takut karena salah. Siapa yang ditakuti? Kalau Gubernur takutnya sama konstitusi dan pimpinan tertinggi," kata Yuddy.
Sementara itu, sesepuh dan pembina Paguyuban Warga Banten Suryadi Sudirja mengingatkan, niat utama pembentukan Provinsi Banten yaitu didasari kehidupan lebih baik terutama kesejahteraan telah berubah. Dikatakan, masih banyak warga miskin, pengangguran tinggi, infrastruktur prihatin, gedung sekolah buruk, dan masih tingginya tingkat PMKS.
Namun, yang lebih mengejutkan adalah korupsi yang menyebabkan lambannya pembangunan di Provinsi Banten. "Tetapi kita tidak mau menyalahkan dan pesimis karena bukan sifat dasar warga Banten. Kita dorong lebih baik dengan reformasi birokrasi. Di sini, birokrat harus membangun, melayani, dan mencintai masyarakat. Banten harus diasuh oleh orang yang mau berbagi," kata mantan Mendagri tersebut.
Kapolda Banten Brigjen Pol Boy Rafi Amar mengatakan, reformasi birokrasi sangat penting dalam pembangunan nasional. Kepolisian sebagai salah satu lembaga negara yang masuk dalam mainstream reformasi birokrasi, harus bisa merubah pola pikir masyarakat yang selalu menilai polisi dengan istilah 'kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah'. "Kami juga meminta masyarakat harus bersikap kritis kepada kami, tidak boleh sungkan memberikan kontrol pada pemerintah daerah dan menagih itu," kata Boy Rafi. (ns/HUMAS MENPANRB)