Pin It

20181023 logo anugerah asn

 

Oleh : Suwardi ( Pranata Humas Madya Kementerian PANRB)

 

Begitu duduk menjabat sebagai Kepala Bidang Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Perpustakaan dan Pembudayaan Kegemaran Membaca pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), Zelia Luz Da Costa langsung terhenyak. Ruang perpustakaan begitu sepi, hampir tak pernah ada orang dewasa maupun anak-anak yang datang ke perpustakaan. Amat disayangkan, begitu banyak buku bagus di sana, tapi tak ada orang yang mau datang untuk membaca buku.

Setelah itu, ketika pulang ia kembali terdiam mendengar penuturan anaknya yang kala itu berusia 10 tahun. Pulang sekolah sang anak menceritakan kejadian di kelasnya. “Kasihan sekali teman saya, ditanya oleh bu guru tidak bisa menjawab. Padahal pertanyaan yang mudah. Ternyata anak itu belum membaca buku karena tidak punya buku. Kenapa saya bisa punya buku, tapi dia tidak punya buku?” kata Zelia menirukan pertanyaan anaknya.

Seketika, Zelia sadar. Ruang perpustakaan sepi ternyata bukan tanpa sebab. Ada sekitar 69 desa di 9 kecamatan di Kabupaten Belu. Sebagian besar merupakan desa terpencil yang tak memiliki akses jalan yang baik untuk menuju ibukota kabupaten. Bahkan ada desa yang berbatasan langsung dengan Timor Leste. Berat bagi anak-anak yang tinggal di desa terisolir, untuk menempuh 10 sampai 20 kilometer perjalanan ke perpustakaan di kantornya.

Menyadari kondisi itu, hati Zelia tergerak. Ia ingin sekali menunjukkan kepada anak-anak di desa terpencil, bahwa buku adalah sumber pengetahuan yang menarik untuk dibaca. Anak-anak harus membaca buku. “Agar mereka tidak minder, mereka harus pintar. Karena itu mereka harus gemar membaca buku,” ucap Zelia.

 

20181213 zelia de costa3

 

Jatuh dari Motor

Spontan ia berinovasi dan bertekad bahwa ia akan membawakan buku-buku yang penuh beragam pengetahuan ini, langsung ke hadapan anak-anak yang kurang beruntung tadi. Inovasi Program Buku Mencari Anak pun lahir. Niat tulusnya mulai bergulir ia jalankan. Sebanyak 40 buku dengan 40 judul yang berbeda ia masukkan tas, dan dibawanya berkendara dengan sepeda motor. Sambil melaju oleng karena membawa beban tumpukan buku yang berat, ia tancap gas menuju desa terpencil. “Buku adalah jendela dunia. Maka, saya bawakan jendela itu untuk anak-anak,” papar dia.

Tiba di desa terpencil pertama ia langsung menemui sekumpulan anak-anak yang sedang bermain. Buku-buku yang bergambar bagus itu pun ia tawarkan kepada mereka untuk dipinjamkan secara gratis.  Awalnya anak-anak itu bingung. Namun setelah ditunjukkan dan bahkan ia bacakan buku-buku itu di hadapan mereka, anak-anak itupun tertarik untuk mulai meminjam.

Ternyata, tak hanya tertarik membacanya, sekumpulan anak tadi juga menceritakan pengalamannya meminjam buku dari Zelia, kepada teman-temannya yang lain. Maka, begitu Zelia datang kembali ke lokasi yang sama untuk meminjamkan buku yang berbeda pada kesempatan kedua, ia ternyata sudah ditunggu-tunggu. Bahkan ada lebih banyak anak yang datang dan ingin ikut meminjam buku. Sejak itu, Zelia kian semangat mengoper buku dari kantornya kepada anak-anak di desa-desa terpencil.

Skemanya kira-kira begini. Hari ini Zelia membawa 40 buku ke desa A. Maka seminggu kemudian ia datang membawa 40 buku lain lagi ke desa A. Sedangkan 40 buku yang sudah dibaca anak-anak di desa A, ia bawa ke desa B yang belum membaca buku-buku itu. Minggu berikutnya buku ia bawa pindah lagi ke desa C. Begitu seterusnya. Buku, biasanya ia titipkan di rumah kepala desa,

Namun, prakteknya ternyata tak segampang itu. Medan yang berat menjadi lawan yang kuat bagi Zelia dan motornya. Tak jarang ia harus turun dari motor dan melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki ke desa terpencil, karena tak ada akses jalan yang bisa dilalui. “Saya juga sudah sering jatuh dari motor karena membawa banyak buku, melalui jalan kecil yang menanjak di  bukit terjal. Motor pun sudah lecet-lecet karena jatuh,” ungkap dia.

 

20181213 zelia de costa3

 

Dukungan Bupati

Perempuan lulusan STPDN ini menjalani misi mencerdaskan anak-anak bangsa di wilayah terpencil itu sendirian. Bahkan, biaya pun ia sisihkan dari sakunya sendiri. Biasanya ia menyisihkan dari uang perjalanan dinas yang diterimanya. Sekitar setengah dari uang perjalanan dinas, selalu ia sisihkan untuk keperluan mendekatkan buku ke tempat tinggal anak-anak desa terbelakang.

Bahkan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Belu tempatnya bekerja, semula menentang inovasi out of the box yang ia lakukan. Beruntung, Bupati Belu mendukung program Zelia. Dengan bantuan Bupati, bisa diterbitkan aturan yang mewajibkan seluruh pejabat eselon 2, 3, dan 4 yang melakukan perjalanan kerja ke luar Belu, untuk membawa pulang dan menyumbangkan buku-buku anak untuk program Zelia. “Bahkan untuk pejabat eselon dua yang bertugas keluar Belu saya minta menyumbang 20 buku,” kata Zelia.

Zelia juga telah menginspirasi beberapa kalangan. Beberapa temannya sudah mau ikut meyumbangkan buku-buku bacaan anak untuk dibawa ke desa-desa pedalaman.

Hasil program ini mulai terlihat. Dulu, ia sempat menjumpai lulusan SD di desa terpencil yang ternyata belum bisa membaca. Lalu, karena tertarik dengan buku-buku yang dibawa Zelia, anak itu kini mau serius belajar mengeja.

Dimulai sekitar 2 tahun yang lalu, Zelia kini sudah menyebarkan sekitar 1.500 eksemplar buku yang beredar dipinjamkan ke anak-anak. Bekerja sama dengan kepala adat, pastor, kepala suku, dan pihak lain di desa-desa setempat, dengan motornya Zelia telah menyambangi 40 titik desa, dari 69 desa yang ada di Kabupaten Belu, NTT.

Tak hanya itu. Sejak masuk sebagai nominator ASN Inspiratif yang diadakan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), beberapa rekan kerjanya di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Belu mau ikut serta menjalankan program Buku Mencari Anak ini. Walaupun mereka masih menjalankannya di wilayah desa yang relatif sudah maju dan lokasinya lebih dekat.

 

20181213 zelia de costa3

 

Bahkan, ia juga sudah rampung mendirikan Perpustakaan Kampung Adat di salah satu desa terpencil terluar yang berhadapan langsung dengan Timor Leste. Di situ, anak-anak tak cuma bisa leluasa meminjam dan membaca buku di lokasi yang sangat dekat. Mereka juga diajarkan tari-tarian tradisional NTT. Nantinya mereka diberi kesempatan untuk tampil mempertunjukkan kebolehan mereka menari di acara tingkat kecamatan dan kabupaten. Zelia berpendapat, anak-anak di wilayah terluar yang sangat jauh dari pusat pemerintahan ini perlu mendapat perhatian. Antara lain, membekalinya dengan bacaan dan pengetahuan yang cukup.

Dengan membaca, anak-anak bisa lebih mengenal dan memahami budaya bangsa Indonesia, walaupun lokasinya jauh dari ibu kota negara. Ia juga sangat berharap bahwa anak-anak yang telah terbiasa dikenalkan dengan dunia literasi akan memiliki kemampuan belajar dan berkomunikasi yang lebih baik.  Sehingga, anak-anak itu bisa tumbuh menjadi generasi cerdas dan juga mampu menguasai dunia.

 

Nama                            : Zelia Luz Da Costa

Tempat Tanggal Lahir    : Ainaro, 15 April 1978

Pendidikan                   : S1 STPDN Jatinangor

Jabatan                      : Kepala Bidang Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Perpustakaan dan Pembudayaan Kegemaran Membaca, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Belu, NTT