Pin It

Pensiun Dini ala Jawa Barat

Pensiun dini Jabar HEADER

Kamis tanggal 5 Agustus 2010 merupakan tonggak baru bagi Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Hari itu Pemprov Jabar mulai menerapkan kebijakan rasionalisasi pegawai negeri sipil (PNS) melalui program pensiun dini. Sebanyak 53 PNS Pemprov Jabar menerima Surat Keputusan (SK) Gubernur Jabar tentang rasionalisasi sekaligus uang kompensasinya.

“Rasionalisasi tersebut dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan aparatur Pemprov Jabar agar semakin profesional, proaktif, produktif dan bertanggung jawab. Untuk itu perlu didukung oleh kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang handal,” kata Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jawa Barat Muhamad Solihin di Bandung, baru-baru ini.

Pensiun dini Jabar PERSONMuhamad Solihin yang didampingi Sekretaris BKD Jabar Dani Ramdan menambahkan, kebijakan ini ditetapkan dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Jabar No 81 Tahun 2009 yang diundangkan pada 2 Juli 2009, yang selanjutnya diubah menjadi Pergub Jabar No 100/2009 dengan menyisipkan Bab VA di antara Bab V dan Bab VI, yang menyebutkan pembiayaan program pensiun dini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jabar.  Pergub ini diundangkan pada 15 September 2009.

Jumlah PNS di lingkungan Pemprov Jabat per Januari 2010 sebanyak 15.133 orang. Berdasarkan hasil analisis kebutuhan pegawai, hanya 11.755 orang. Rasionalisasi PNS melalui program pensiun dini dimaksudkan menciptakan profesionalisme PNS. “Tujuannya untuk meningkatkan kualitas pelayanan aparatur pemda agar semakin profesional, proaktif, produktif  dan bertanggung jawab serta mewujudkan kuantitas PNS yang proporsional sesuai kebutuhan,” ujar Kepala BKD.

Selain itu, program ini juga memberikan kesempatan kepada PNS untuk mempersiapkan dan merencanakan kegiatan atau usaha yang akan ditekuni pada masa pensiun, serta mewujudkan kebijakan di bidang kepegawaian guna menata ulang komposisi dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) aparatur.

Sukarela

Program rasionalisasi ini dilaksanakan dengan pengajuan pensiun dini yang ditawarkan secara sukarela. Syaratnya, PNS harus berusia sekurang-kurangnya 50 tahun, memiliki masa kerja minimal 20 tahun, tidak dalam proses atau terlibat kasus hukum. Program ini  diprioritaskan untuk PNS yang berpendidikan SLTA ke bawah serta tidak memiliki kompetensi teknis yang masih dibutuhkan oleh organisasi perangkat daerah (OPD) atau satuan kerja perangkat daerah (SKPD)-nya.

Namun ada persyaratan program pensiun dini yang tidak berlaku, bagi PNS yang pada saat mengajukan telah mencapai batas usia 55 tahun. Juga karena PNS diberhentikan dengan hormat berdasarkan hasil pengujian tim kesehatan yang menyatakan PNS dimaksud tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apa­pun karena keadaan jasmani dan rohani.

Hak PNS peserta rasionalisasi dini, memperoleh uang kompensasi, yang dihitung berdasarkan perkalian sisa masa kerja dikalikan gaji pokok. “Misalnya bila normal pensiunnya lima tahun lagi, karena mengikuti program ini, mereka mendapatkan lima kali 12 kali gaji pokok. Mereka juga masih memperoleh tabungan hari tua  dari Taspen, dan tetap memperoleh hak pensiun,” tambahnya.

Kepala BKD menambahkan, pada bulan Januari 2010 tercatat sebanyak 15.133 PNS di Jabar, pada 2011 jumlahnya tinggal 14.662  orang. Jumlah PNS yang berusia 50-54 tahun dan masa kerja 20 tahun pada 2010 (sebagai sasaran rasionalisasi), sebanyak 1.649 orang. Dari jumlah tersebut, tidak semuanya ingin mengikuti program rasionalisasi, karena syaratnya bersifat sukarela. Sebenarnya dari jumlah tersebut diharapkan akan terjadi pengurangan pegawai sebanyak 450 orang dalam lima tahun atau 90 orang per tahun.

Dari pelaksanaan rasionalisasi tahun 2010 telah dilaksanakan kepada 53 orang PNS, anggarannya mencapai Rp 50 miliar. Untuk tahun 2011 telah direalisasikan  pada  83  PNS dengan anggaran Rp 9,9 miliar. Untuk tahun 2012, disediakan anggaran Rp 9.535.200.000.  “Ini termasuk dalam program pembinaan dan pengembangan aparatur,” lanjut Dani.

Sebelum keluar kebijakan moratorium CPNS yang mengharuskan penghitungan ulang PNS, Pemprov Jabar 2-3 tahun lalu sudah melakukan penghitungan. Hasilnya, dari sisi jumlah berlebih, walaupun dari segi kompetensi pada posisi-posisi tertentu masih kurang.

“Hampir 40 persen pendidikannya SLTA, tapi sekarang sudah berkurang. Jadi dari segi pengembangan pegawai, seberapapun mereka dilatih tetap saja hasilnya tidak optimal, terlalu mahal dan makan waktu. Terlebih lagi bila dikaitkan dengan faktor usia lebih dari 45 tahun. Dan kebanyakan mereka itu dari tenaga honorer,” tambah Dani. Mereka yang bisa disekolahkan untuk diploma hanya sekitar 20 persen, karena harus melalui proses seleksi. Sisanya sudah berat. Kecuali kalau ijin belajar, ya  silakan saja.

Kebijakan Pemprov Jabar  membatasi pensiun dini hanya untuk lulusan SLTA, dimaksudkan agar program ini tidak dimanfaatkan oleh PNS potensial, meskipun yang SLTA juga ada yang bagus. Makanya ada syarat satu lagi, yakni lolos assessment (penilaian). Agar menarik mereka diberikan insentif. Setelah melakukan konsultasi ke pusat, diambil keputusan, begitu pensiun dini mendapatkan insentif 12 kali sisa masa kerja pensiun dikalikan gaji pokok. Ini dibayarkan di depan.Tetapi tetap mendapatkan hak pensiun.

Dalam realisasinya, pensiun dini juga cepat, karena begitu SK pensiun dini  keluar, bulan depannya sudah mendapatkan gaji pensiun plus kompensasi tersebut. Pensiun sebagai PNS juga tetap sama, yakni 75 persen dari gaji pokok.

Program pensiun dini ini ternyata cukup memberikan daya tarik bagi para PNS, tetapi banyak yang terbentur pada persyaratan. Sekitar 200 orang yang berminat, terpaksa tidak semua bisa lolos, karena banyak yang masih lima tahun ikut mengajukan permohonan, sementara anggarannya hanya terbatas Rp 10 miliar.

Selain hak, ada kewajiban bagi PNS yang telah mengikuti program rasionalisasi ini. Mereka wajib mengembalikan rumah, kendaraan dinas atau barang inventaris lainnya paling lambat 30 hari sejak berlakunya keputusan pensiun. Juga mengembalikan uang atau surat-surat berharga serta dokumen-dokumen milik pemda. Bagi PNS yang memiliki kredit bank, hak kompensasinya diperhitungkan dengan kewajiban yang belum diselesaikan.

Dani  mengakui,  pihaknya belum melakukan monitoring terhadap PNS yang mengikuti program pensiun dini. Untuk yang angkatan I dan II, hanya fokus diseleksi, setelah itu dilepas begitu saja, tidak ada monitoring. Tetapi yang angkatan III juga dipersiapkan pelatihannya. Mereka ikut ke pelatihan wirausaha di IPDN Jatinangor yang ditangani oleh pihak ketiga, tetapi tidak dikaitkan dengan monitoring. Yang regular bila berminat juga bisa. Tidak semua yang pensiun mau berwirausaha, namun mereka tetap saja diseleksi.

Menurut Dani, para pengambil pensiun dini ini paling besar mendapatkan Rp 150 juta, yang paling kecil Rp 25 juta. “Yang ditakutkan justru yang potensial mengambil pensiun dini. Memang ada juga yang S-1, tetapi memang sudah sangat lemah, akhirnya diloloskan ketimbang menjadi beban,” kata Dani.

 


Cetak   E-mail