Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) menegaskan, mendukung penuh pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) Fase II sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional guna mendukung moda transportasi massal di Jabodetabek.
“Kemensetneg pada Oktober 2018 hingga 16 Januari 2019 telah lima kali mengadakan rapat koordinasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, PT. MRT Jakarta, dan Anggota Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka untuk mendapatkan kajian komprehensif dari berbagai pemangku kepentingan,” kata Asisten Deputi Hubungan Masyarakat (Asdep Humas) Kemensetneg) Eddy Cahyono Sugiarto dalam siaran persnya Jumat (1/2) malam.
Pernyataan tersebut disampaikan Asdep Humas Kemensetneg RI menanggapi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menyatakan, bahwa groundbreaking MRT fase 2 pada awalnya direncanakan akan dilaksanakan pada Januari 2019.
Namun, groundbreaking tersebut terhambat karena Pemprov DKI Jakarta belum mendapatkan persetujuan dari Kemensetneg.
“Hal ini karena jalur MRT fase 2 melewati Kawasan Medan Merdeka yang berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No.25/1995 tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka harus melalui persetujuan dari Kemensetneg,” kata Anies kepada wartawan di Jakarta, Kamis (1/2).
Tidak Hambat ‘Groundbreaking’
Untuk dapat mengeluarkan rekomendasi, menurut Eddy Cahyono, Kemensetneg RI masih memerlukan kajian dari PT. MRT Jakarta serta pendapat dari Kementerian/Lembaga terkait, seperti addendum AMDAL yang dibuat tahun 2011, analisa lalu lintas, hingga kajian keamanan terhadap objek vital nasional.
Namun demikian, Asdep Humas Kemensetneg RI itu menilai, rekomendasi yang belum keluar terkait Stasiun dan Gardu Induk di kawasan Monas maupun titik akhir Pembangunan Proyek MRT Fase 2 yang belum diputuskan, semestinya tidak menghambat groundbreaking pengerjaan proyek ini.
Sebagaimana diketahui MRT Fase II menurut rencana dibangun dari Bundaran Hotel Indonesia menuju Kampung Bandan, dengan fase pertama Bundara Hotel Indonesia – Kota. Total biaya yang diperlukan untuk membangun fase II itu mencapai Rp25 triliun. (EN/ES)