Menteri PUPR saat meninjau hunian sementara di Sulteng, Rabu (24/10). (Foto: Kementerian PUPR)
PALU - Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tengah membangun sebanyak 1.200 Hunian Sementara (Huntara) bagi korban gempa di Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengungkapkan bahwa huntara ditargetkan selesai bertahap dan sudah dapat dihuni mulai pertengahan Desember 2018.
“Sebanyak 1.200 unit huntara yang dibangun pada tahap pertama ini diproyeksikan dapat menampung 14.400 keluarga. Huntara yang dibangun dengan model knockdown berukuran 12 x 26,4 meter persegi, dibagi menjadi 12 bilik dimana setiap biliknya akan dihuni oleh satu keluarga. Rencananya pertengahan Desember pengungsi sudah bisa masuk ke huntara,” kata Menteri PUPR saat meninjau lokasi pembangunan huntara di kawasan Petobo, Palu, Sulteng, Rabu (24/10).
Menteri PUPR menyatakan untuk mempercepat pembangunan huntara, masing-masing kontraktor dari BUMN Karya akan terus melakukan penambahan tenaga kerja sehingga waktu kerja dapat ditambah hingga malam hari dengan sistem shift. Untuk di lokasi huntara di daerah Petobo, Menteri Basuki mengatakan akan membangun sebanyak 70 unit dan terlihat sudah mulai berdiri 4 unit huntara yang tengah diselesaikan.
Dikatakan Menteri Basuki, jumlah unit huntara yang dibangun akan bertambah dengan perkembangan data pengungsi yang membutuhkan. Huntara digunakan sebagai transit pengungsi dari tenda sampai dengan hunian tetap dan relokasi permukiman selesai.
Biaya pembangunan huntara per unit nya sekitar Rp500 juta, dilengkapi 4 toilet, 4 kamar mandi, septik tank, tempat mencuci, dapur dilengkapi listrik 450 watt untuk setiap bilik. “Untuk pemasangan listrik dan pembayarannya akan dikoordinasikan dengan Kementerian ESDM dan PLN, pasti ada kebijakan tersendiri untuk membantu pengungsi,” ujarnya.
Ketua Satgas Penanggulangan Bencana Sulawesi Tengah Kementerian PUPR Arie Setiadi Moerwanto mengatakan, penghunian huntara tersebut akan dilakukan secara bertahap tanpa menunggu semua unit yang dibangun selesai. Hal tersebut bertujuan untuk mempercepat pemindahan pengungsi dari tenda yang kondisinya kurang layak dan sebentar lagi akan memasuki musim hujan.
Huntara tersebut akan dibangun dengan sistem cluster pada lima zona dengan mempertimbangkan faktor ketersediaan lahan dan keamanan lokasi dari dampak gempa.
Setiap cluster yang terdiri atas 10 unit huntara (120 bilik), akan dibangun satu buah sekolah PAUD dan sebuah SD, tempat sampah, ruang terbuka untuk kegiatan warga, serta tempat parkir sepeda motor.
Kontruksi huntara juga tahan gempa dan mengakomodasi cuaca Kota Palu yang panas karena berada di garis khatulistiwa. Konstruksi akan menggunakan baja ringan dengan dinding berbahan glassfiber reinforced cement (GRC).
“Kita buat senyaman mungkin karena digunakan dalam jangka waktu cukup lama untuk 1 hingga 2 tahun sambil menunggu sampai relokasi hunian tetap yang dibangun Pemerintah selesai,” ujarnya.
Untuk pembersihan kota, secara keseluruhan 65% sudah selesai, meskipun di tiap area berbeda kondisi dan tingkat kesulitan yang dihadapi. Sedangkan untuk rehabilitasi fasilitas publik, dikatakan Arie saat ini Kementerian PUPR tengah menyelesaikan laporan verifikasi teknis atas kondisi bangunan apakah masih layak atau tidak digunakan.
“Dari hasil verifikasi misalnya RSUD Anutapura, kondisi strukturnya sudah tidak bagus dan rusak berat harus diganti bangunan baru. Sementara RSUD Undata kerusakannya ringan, jadi hanya perbaikan-perbaikan arsitektural jadi sudah diaudit semua. Lalu ada Kampus IAIN yang terkena tsunami, hanya satu bangunan yang rusak berat, yakni Gedung Dakwah lama yang roboh dan akan dibangun baru,” ujarnya.
Turut hadir dalam peninjauan tersebut Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola, Dirjen Cipta Karya Danis H. Sumadilaga, dan Ketua Satgas Penanggulangan Bencana Sulawesi Tengah Kementerian PUPR Arie Setiadi Moerwanto. (PR)