Pin It

20190207 Pertumbuhan 2018

 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2018 mencapai 5,17 persen, yang berarti lebih tinggi dibanding pertumbuhan 2017 sebesar 5,07 persen, bahkan tertinggi dalam 4 (empat) tahun terakhir.

“Ini menunjukkan trend yang baik, karena dibandingkan beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi sepanjang 2018 menunjukkan peningkatan,” kata Kepala BPS Suhariyanto dalam keterangan persnya di kantor pusat BPS, Jakarta, Rabu (6/2) siang.

Catatan BPS menunjukkan pertumbuhan 5,17 persen itu merupakan yang tertinggi sejak 2014. Pada 2014 pertumbuhan ekonomi tercatat 5,01 persen, 2015 sebesar 4,88 persen, 2016 sebesar 5,03 persen, dan 2017 sebesar 5,07 persen.

Kepala BPS menilai, pertumbuhan ekonomi 2018 sebesar 5,17 persen itu merupakan pencapaian yang baik di tengah ekonomi global sepanjang tahun tersebut.

Menurut Kepala BPS Suhariyanto, sumber pertumbuhan ekonomi pada sepanjang 2018 adalah industri pengolahan (0,91 persen), disusul perdagangan (0,66 persen), konstruksi (0,61 persen), pertanian (0,49 persen), dan lainnya (2,50 persen).

Adapun menurut pengeluaran, sumber pertumbuhan ekonomi sebesar 5,17 persen adalah konsumsi rumah tangga sebesar 2,74 persen, pembentukan modal tetap bruto 2,17 persen, konsumsi pemerintah 0,38 persen, dan lainnya 0.87 persen.

“Pengeluaran konsumsi rumah tangga tertinggi pada kelompok restoran dan hotel; transportasi dan komunikasi; serta kelompok kesehatan dan pendidikan,” jelas Suhariyanto.

Dijelaskan oleh Kepala BPS, bahwa ekspor barang tumbuh melambat seiring dengan perlambatan pertumbuhan volume perdagangan dan ekonomi global,serta perlambatan pertumbuhan ekonomi negara-negara mitra dagang utama.

Sedangkan impor tumbuh lebih cepat seiring peningkatan permintaan domestik.

 

Pendapatan Perkapita

Seiring dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,17 persen itu, menurut Kepala BPS Dr. Suhariyanto, juga terjadi kenaikan pada sisi pendapatan per kapita. Tercatat pada 2017 pendapatan perkapita penduduk Indonesia mencapai Rp56 juta atau 3.927 dollar AS, yang berarti lebih tinggi dibanding 2019 (Rp51,9 juta/3.876,3 dollar AS). Sementara pendapatan per kapita 2016 tercatat Rp47,9 juta atau 3.603,6 dollar AS. (Humas BPS/ES)