Pin It

 20200728 Rapat Koordinasi dan Sosialisasi PP No. 172020 8

 

JAKARTA – Pengelolaan pengembangan kompetensi pegawai negeri sipil (PNS) harus diikuti dengan perubahan pola pikir (mindset) dari pengelola sumber daya manusia (SDM) di setiap instansi pemerintah. Deputi bidang Kebijakan Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN) Lembaga Administrasi Negara (LAN) Muhammad Taufiq mengatakan salah satu tantangan utama dalam pengembangan ASN adalah program pengembangan kompetensi selama ini kerap kali dilakukan serta merta hanya untuk pemenuhan peraturan perundang-undangan yang ada. Para pengelola SDM belum menanamkan bahwa pengembangan kompetensi merupakan hak mutlak setiap PNS.

ASN harus memenuhi tiga kompetensi (manajerial, sosio kultural, dan teknis), namun rata-rata habis untuk pelatihan dasar serta pendidikan dan pelatihan kepemimpinan (diklatpim). Padahal PNS memiliki hak 20 jam pelajaran dalam satu tahun untuk mendapatkan pengembangan kompetensi.

“Kita ingin mempersiapkan ASN sebagai human capital yang menjadi sumber penggerak dari pembangunan. Oleh karena, itu perlu perubahan mindset semua pengelola kepegawaian,” ujar Taufiq saat menjadi narasumber dalam Rapat Koordinasi dan Sosialisasi Peraturan Pemerintah (PP) No. 17/2020 tentang Perubahan atas PP No. 11/2017 tentang Manajemen PNS, yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) secara virtual beberapa waktu lalu.

 

20200728 Rapat Koordinasi dan Sosialisasi PP No. 172020 5

 

Menurut Taufiq, mindset pengembangan kompetensi yang masih berorientasi pada pemenuhan peraturan perundang-undangan menyebabkan pengelolaan kompetensi hanya terfokus pada pelatihan yang bersifat klasikal, seperti training, seminar, kursus, atau diklat. Yang mana diketahui bahwa pelatihan yang bersifat klasikal tentu membutuhkan banyak biaya, sementara pemerintah memiliki anggaran yang terbatas.

Ia menuturkan bahwa pengembangan kompetensi tidak hanya terbatas pada pelatihan yang bersifat klasikal saja atau training and development. Menurutnya, paradigma training and development harus digeser dan digantikan menjadi learning and development. Training and development sifatnya selalu tersentral pada instruktur atau widyaiswara yang dilakukan di kelas, dengan kecepatan pembelajaran dan materi yang sama. Sementara learning and development sifatnya lebih fleksibel dan tidak tersentral pada instruktur atau widyaiswara, tetapi lebih tersentral pada peserta itu sendiri.

Learning and development menekankan pada variasi kebutuhan pembelajaran pegawai dan disesuaikan dengan gaya belajar (learning style) peserta. Learning and development membuka metode-metode yang variatif, yaitu metode non-klasikal yang dikembangkan di tempat kerja, seperti coaching, mentoring, on the job training, pertukaran pegawai, datasering (secondments), job shadowing, maupun community of practice.

Dalam PP No. 17/2020 disebutkan pengembangan kompetensi dilaksanakan melalui pendekatan sistem pembelajaran terintegrasi (corporate university). Yang dimaksud dengan terintegrasi adalah antara metode klasikal dan non-klasikal menjadi satu dan dilaksanakan dalam rangka menjabarkan strategi organisasi. “Jadi utamanya adalah pengembangan kompetensi tidak dilakukan serta merta hanya untuk memenuhi peraturan perundang-undangan yang ada, tetapi dalam rangka menjabarkan strategi organisasi. Inilah yang disebut dengan corporate university,” imbuhnya.

 

20200728 Rapat Koordinasi dan Sosialisasi PP No. 172020 6

 

Lebih lanjut dijelaskan, corporate university adalah metode pengembangan kompetensi bagi ASN melalui metode klasikal dan non-klasikal yang mengintegrasikan talent management, manajemen kinerja, dan manajemen budaya organisasi. Corporate university sifatnya lebih strategis karena mendukung strategi organisasi. Inti dari corporate university adalah bagaimana mendukung pengembangan manajemen talenta yang ada. “Jadi itulah yang disebutkan dalam PP No. 17/2020 sebagai bentuk pengembangan kompetensi terintegrasi,” katanya.

Pengembangan kompetensi merupakan upaya untuk pemenuhan kebutuhan kompetensi PNS dengan standar kompetensi jabatan dan rencana pengembangan karier. Dalam PP No. 17/2020 disebutkan bahwa setiap PNS memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk diikutsertakan dalam pengembangan kompetensi, baik di tingkat instansi maupun nasional.

Pengembangan kompetensi ASN harus dilakukan dengan menerapkan sistem merit dan didasarkan pada kebutuhan setiap pegawai yang bersangkutan. “Terkait hal ini tentunya peran dari pimpinan juga sangat penting untuk merekomendasikan pengembangan kompetensi apa yang dibutuhkan setiap pegawai sesuai dengan jabatan yang diduduki,” imbuh Taufiq. (del/HUMAS MENPANRB)