Pin It

Cover BERITA KHUSUS Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2020

 

JAKARTA – Hampir seribu orang yang berkunjung setiap harinya ke RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan logistik di rumah sakit, khususnya obat dan alat habis pakai (AHP). Kondisi ini mendorong celah terjadinya kolusi antarpihak dan inefisiensi anggaran dalam pengadaan obat dan AHP.

Untuk mengatasi hal ini, RSUD yang berada dibawah naungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah ini membuat inovasi Mangan Mendoane Rini atau Pengembangan Sistem Pengelolaan Sediaan Farmasi: Obat/Alat Habis Pakai Terintegrasi Rekam Medik Elektronik. Inovasi ini bertujuan untuk memperbaiki tata kelola persediaan obat dan AHP di rumah sakit.

“Inovasi ini menjamin pergerakan obat dan AHP di dalam RS karena terpantau, real-time, dan transparan dimana semua komponen rumah sakit dapat mengakses secara terbuka,” jelas Gubernur Provinsi Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat sesi presentasi dan wawancara Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) secara virtual beberapa waktu lalu.

Implementasi Mangan Mendoane Rini sejak 2014 ini berguna untuk menangani tujuh masalah yang dihadapi oleh RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. Pertama, meniadakan praktik kolusi dalam pengadaan obat dan AHP. Kedua, inefisiensi biaya operasional penyediaan obat akibat adanya kelebihan stok pada obat-obat tertentu. Sebelumnya, biaya anggaran obat dan AHP mencapai 37 persen, kemudian menurun hingga 26 persen.

Ketiga, peningkatan ketepatan perencanaan dan pengadaan obat dan AHP dimana perencanaan sebelumnya tidak sesuai dengan kebutuhan rumah sakit. Lalu, tidak ada potensi kehilangan fisik obat dan AHP. Hal ini kemudian diikuti dengan teratasinya masalah kelima, yakni obat dan AHP yang telah kedaluwarsa awalnya sebesar 0,15 persen menjadi 0,08 persen.

 

20200724 Mangan Mendoane Rini 3

 

Keenam, dengan sistem real-time tersebut, maka tidak ada lagi selisih pencatatan inventaris obat dan AHP yang berada di gudang RS. Terakhir, kepatuhan tenaga medis dalam menggunakan formularium yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan untuk penggunaan obat generik meningkat menjadi 95 persen dari 80 persen dan ketersediaan obat menjadi lebih terjaga sebesar 98 persen.

“Penerapan Mangan Mendoane Rini ini secara umum menurunkan komplain pasien mengenai ketersediaan obat dan berpengaruh kepada meningkatnya indeks kepuasaan pasien menjadi 89 persen,” lanjut Ganjar.

Dengan inovasi ini, maka semua kebutuhan obat dan AHP teridentifikasi menjadi satu kesatuan dan dapat menghentikan praktik kolusi dalam pengadaan obat dan AHP. Karena proses perencanaan, pengadaan, persediaan, distribusi/peresepan obat, hingga pendapatan dan insentif terkoneksi dalam satu sistem.

Sehingga, Mangan Mendoane Rini dapat meningkatkan akuntabilitas, transparansi, efisiensi, dan efektivitas dalam tata kelola pengadaan obat dan AHP. Hal ini pun berpengaruh terhadap keberlangsungan pelayanan jangka panjang, khususnya bagi pasien rentan yang membutuhkan jaminan ketersediaan obat dan AHP, seperti pasien dengan penyakit kanker, gagal ginjal, dan pasien kronis lainnya.

Implementasi inovasi ini juga telah menorehkan berbagai prestasi. Mulai dari predikat Wilayah Bebas Korupsi (WBK) tahun 2017 dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) tahun 2019 dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), predikat Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Terbaik Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2016-2019, serta predikat Green Hospital pada tahun 2019 dari Kementerian Kesehatan. Dan terakhir, Mangan Mendoane Rini, berhasil masuk sebagai Top 99 Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) Tahun 2020. (ald/HUMAS MENPANRB)