Pin It

Badan POM

 

Langkah maju Badan POM dalam pengembangan sistem manajemen mutu yang  didukung berbagai sistem aplikasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi guna meningkatkan kualitas pelayanan publik, sangat membantu mengubah citra negatif yang selama ini melekat di tubuh LPNK ini.  

Setidaknya ada tiga program yang dicanangkan Badan POM dalam kaitannya dengan program reformasi birokrasi, yakni elektronisasi sistem registrasi pangan low risk, Sistem Informasi Administrasi Pegawai (SIAP) secara elektronik, serta diraihnya sertifikat ISO 9001:2008, demikian dikatakan Kepala Badan POM , Dra. Lucky S. Slamet, MSc. 

Peningkatan kualitas dan ke­pastian pelayanan publik dila­ku­kan melalui penerapan e-govern­ment yang  antara lain pengem­bangan­ e-registration, penetapan time line pelayanan publik, baik untuk penerbitan Nomor Ijin Edar (NIE), Surat Keterangan Impor (SKI) maupun Surat Keterangan Ekspor (SKE), serta pengembangan dan penerapan Indonesian National ­Single Window (INSW) melalui Single Sign On (SSO).

“Penerapan SSO memper­mu­dah dan mempercepat waktu yang dibutuhkan pelaku usaha ­un­tuk ­pe­ngurusan dokumen eks­por impor­ dari sebelumnya 3-4 hari ­menjadi hanya 6,5 jam. Badan POM RI merupakan instansi pertama yang menerapkan perluasan layanan INSW dengan SSO tersebut,” ujar Sestama  Badan POM  dr. H. Hayatie­ Amal MPH dalam percakapan de­ngan Majalah Layanan Publik di ruang kerjanya baru-abru ini.

Peluncuran SSO dilakukan oleh Menteri Keuangan Agus Martowardoyo selaku Ketua Tim Persiapan National Single Window (NSW), tanggal 29 Desember 2011, bersamaan dengan peluncuran fitur Indonesia National Trade Repository (INTR), Penerapan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2012 dan Perluasan Layanan INSW.

Sistim SSO, fitur INTR dan BTKI 2012 yang dikembangkan selama tahun 2011, merupakan kelengkapan sistim NSW, yang memungkinkan dilakukannya suatu penyampaian data dan informasi secara tunggal (single submission of data and information), pemrosesan data dan informasi secara tunggal dan sinkron (single and synchronous processing of data and information), dan pembuatan keputusan secara tunggal untuk pemberian izin kepabeanan dan pengeluaran barang (single decision making for custom release and clearance of cargoes).

Dengan adanya SSO, maka para eksportir, importir dan pengguna jasa pelayanan NSW lainnya akan lebih mudah memanfaatkan semua pelayanan perizinan dan informasi secara elektronik (in-house system) yang disediakan oleh 18 unit penerbit perizinan dalam kegiatan impor ekspor dari 15 Kementerian/Lembaga yang terintegrasi dalam sistem NSW. Untuk mengakses ke dalam sistem (log-in) dilakukan secara tunggal dengan menggunakan satu user’s ID.  “Fasilitas ini diterapkan pertama kali Badan POM, yang akan disusul oleh Kementerian Perda­gangan (Inatrade), Badan Karantina Pertanian, dan lain-lain,” tambah Hayatie Amal. 

Fitur INTR yang disediakan di Portal INSW memberikan kemu­dahan bagi pengguna  jasa NSW ­untuk  mengetahui  ketentuan dalam mekakukan kegiatan ekspor-impor di Indonesia, seperti perizinan, persyaratan, tarif secara rinci, sehingga fasilitas ini memberikan kepastian dalam melakukan kegiatan perdagangan luar negeri.

Mulai tanggal 1 Januari 2012, Pemerintah Indonesia juga ­mene­rap­kan nomor klasifikasi baru dalam kegiatan impor ekspor yang dimuat dalam BTKI 2012, sehingga memudahkan pengguna jasa NSW mempe­roleh ka­pastian jenis ba­rang dan me­­ngurangi risiko dalam me­menuhi ketetuan. BTKI 2012 disediakan dalam Portal INSW dilengkapi dengan fasilitas ­auto run pencarian klasifi­kasi barang.

Sejumlah program terobosan dalam reformasi birokrasi itu sejalan dengan kebijakan Pim­pinan Badan POM  yang menetapkan tahun 2012 ­se­ba­­­gai Tahun Peningkatan ­Ki­­nerja. Pencanangan elektro­ni­sasi sistem registrasi pangan low risk merupakan salah satu Quick Wins, yang dimaksudkan untuk meningkatkan transpa­ransi dan akuntabilitas pelayanan publik, dan mempermudah proses. Sistem ini berbasis web/internet dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Diharapkan dengan adanya sistem registrasi secara elektronik ini, proses pendaftaran pangan low risk menjadi lebih cepat, tepat, transpa­ran dan akuntabel dengan tetap me­ngedepankan perlindungan­ kepada masyarakat.

Terobosan utama dalam sistem ini antara lain tidak adanya  pembatasan jumlah aplikasi pendaf­taran pada hari yang sama, penyelesaian proses kurang dari tujuh hari, pelaksanaan pengisian formulir dapat ­dilaksanakan kapan saja tanpa terikat wilayah kerja, dan pendaftar dapat memantau prosesnya secara online.

 Reformasi birokrasi Badan POM tak lepas dari kenyataan semakin luas dan kompleksnya tugas pengawasan yang menuntut seluruh komponen Badan POM melaksanakan tugasnya secara efektif, efisien dan profesional dalam suatu kesisteman yang terstruktur. 

" Penerapan SSO mempermudah dan mempercepat waktu yang dibutuhkan pelaku usaha untuk pengurusan dokumen ekspor impor dari sebelumnya 3-4 hari menjadi 6,5 jam "

Sistem tersebut harus ­me­ling­kupi seluruh sub sistem pe­ngawasan obat dan makanan di unit kerja baik pusat maupun Balai Besar /Balai POM di daerah yang mampu memotret seluruh fungsi pengawasan obat dan makanan secara komprehensif dan mengidentifikasi keterkaitan antar fungsi dan atau ­antar unit kerja.

Untuk itu Badan POM mene­rap­­kan sistem manajemen mu­tu (Qua­lity Management System/QMS) se­suai standar inter­na­sional ISO 9001: 2008, dan telah diakui secara inter­nasional dengan diperolehnya sertifikat ISO 9001:2008. “Semua ini dilakukan untuk memberikan jaminan kepada publik dalam pe­nga­wasan obat dan makanan,” ­tambahnya.

Secara internal, dengan dite­rap­kannya program SIAP, maka peni­laian kinerja kepegawaian dan pengembangan karir pegawai Badan POM dapat lebih transparan, akuntabel dan dapat mengeliminasi ­terjadinya kolusi ataupun nepotisme, dengan tetap berorientasi pada pemenuhan harapan publik.

 

Quick Wins Badan POM

 

SESbadan POM

Sestama Badan POM, M. Hayati Amal menuturkan, pembahasan secara intensif  reformasi birokrasi di Badan POM dimulai pada tahun 2009 dengan penyusunan 3 quick wins, yaitu pelayanan registrasi obat dan makanan cekatan, efisien, profesional, pasti, akuntabel, tanggap dan transparan (CEPPATT); transparansi sertifikasi produk impor obat dan makanan, dan yang ketiga adalah pengamanan produk  Ilegal.

Tahun 2010  Badan POM me­la­­kukan langkah perbaikan terhadap 5 area perubahan dengan menjabarkan menjadi 3 quick wins, 10 program kerja, dan 24 kegiatan yang dilaksanakan oleh 13 kelompok kerja, antara lain pelayanan satu atap (one roof service) dengan meresmikan gedung pelayanan publik. Selain itu dilakukan deregulasi tata laksana registrasi ­sosialisasi quality m­nagement system (QMS)  awareness, pengembangan sistem laboratorium Badan POM, serta perencanaan dan pelaksanaan operasi gabungan nasional dan ­operasi gabungan di ­daerah terhadap produk-produk Ilegal.

Reformasi birokrasi Badan POM disempurnakan pada tahun 2011  antara lain kegiatan yang dilakukan  simplikasi jumlah pokja dari 13 Pokja menjadi 9 pokja yang ditetapkan berdasarkan SK Kepala Badan POM. Penyempurnaan lainnya adalah merevisi usulan dan Roadmap RB Badan POM,  disesuaikan dengan Perpres  81 tahun 2010 tentang Grand Design RB 2010 – 2015 dan peraturan lainnya. Diungkapkan, dokumen usulan RB Badan POM  telah dievaluasi oleh Tim ­UPRBN, dan setelah dilakukan verifikasi la­pangan, mendapat nilai 90, 45 %. 

Yang paling penting dalam penyempurnaan RB di Badan POM, menurut Sestama Badan POM ada­lah­ penajaman quick wins,  yaitu pening­kat­an  pelayanan pendaftaran (e-regio­stration) pangan low risk secara on line, dan peningktan trans­paransi, efisiensi dan efektivitas pelayanan notifikasi kosmetik melalui e-payment. Dalam rangka penajaman reformasi birokrasi, Badan POM juga telah menerapkan quality management system (QMS) diseluruh unit kerja  Badan POM pusat dan Balai Besar/ Balai POM.

Sambil menunggu  terbitnya Peraturan Presiden tentang pemberitaan tunjangan kinerja, Tim RB Badan POM sedang melakukan penyusunan roadmap yang disesuaikan dengan­ matriks pada Permenpan RB No. 53 tahun 2011 untuk nantinya dapat ­digunakan sebagai bahan monitoring dan evaluasi oleh Tim Quality ­Assurance. Bagi Badan POM, tunjangan kinerja merupakan penghargaan bagi pegawai atas pencapaian outcome, sehingga diharapkan mampu meningkatkan pencapaian outcome individu dengan mentaati ketentuan yang telah ditetapkan.

Hayatie menambahkan, Ba­dan POM telah meraih opini WTP dari BPK pada tahun 2010. Dalam proses seleksi dan rekuitmen CPNS telah menggunakan sistem elektro­nik. Demikian juga dalam proses pengadaan barang dan jasa. Disebutkan,  LPSE sudah didirikan tahun­ 2011, dan telah memfasilitasi 68 paket lelang dengan nilai total pagu Rp 253,055 miliyar. Dari pagu tersebut penghematan keuangan negara mencapai Rp51,045 miliyar atau 20,17 %. Untuk Survei Inte­gritas Sektor Publik yang dilakukan oleh KPK tahun 2011, Badan POM RI mendapat indeks integritas 7,36. Hal ini merupakan peningkatan diban­ding hasil survei integritas tahun sebelumnya yaitu 7,27.

Badan POM RI juga memperoleh penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai Pemrakarsa Ikrar Peduli “Festival Sehat Jajanan Sekolahku” (PJAS) pertama di Indonesia. Ikrar ini dilakukan oleh lebih 2.000 orang yang diselenggarakan di Bandung. Penghargaan diberikan oleh Direktur MURI, Jaya Suprana pada perayaan hari Ibu di Badan POM tanggal 22 Desember 2011.

Untuk tahun 2012, fokus program Badan POM RI diarahkan pada peningkatan status gizi anak melalui rencana aksi nasional pangan jajanan anak sekolah (PJAS), penapisan dan intensifikasi post-market kosmetika, serta peningkatan daya saing industri farmasi nasional.

Ke depan, Badan POM akan terus mendorong para pelaku usaha untuk lebih bertanggungjawab  atas keamanan, mutu, dan khasiat produk yang dihasilkan. Terhadap masyarakat, Badan POM akan meningkatkan pemberdayaan konsumen melalui kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) seperti penyuluhan, talkshow, pameran, layanan informasi/pengaduan yang dapat diakses langsung ataupun secara online, dan dukungan dari media massa. ­“Dengan demikian, konsumen mampu membentengi dirinya sendiri dari produk obat dan makanan yang beri­siko terhadap kesehatan,” ujar Hayatie.

Ditambahkan, Badan POM melak­sanakan pengawasan obat dan makanan melalui evaluasi penilaian produk sebelum beredar (pre-market evaluation) dan pengawasan produk beredar (post-market surveillance) dengan melakukan sampling dan pengujian.

Selain itu juga mendorong produk dalam negeri agar dapat me­me­nuhi standar dan persyaratan yang berlaku, sehingga dapat bersaing di pasar domestik maupun internasional. “Kami juga melakukan peningkatan profesionalisme, transparansi dan akuntabilitas pela­yanan publik dalam rangka terciptanya Good Governance and Clean Government,” tambah Sestama.

Dijelaskan, pengawasan pre-market dilakukan dengan menilai keamanan, manfaat, dan mutu serta pemberian Nomor Izin Edar (NIE). Pada tahun 2011 Badan POM RI telah mengeluarkan NIE sebanyak 19.585, terdiri dari 3.717 NIE produk obat, 1.614 NIE obat tradisional, 732 NIE suplemen makanan, dan 13.522 NIE produk pangan. Selain itu, juga  notifikasi kosmetika sebanyak 22.504. Jumlah pemberian izin ini naik lebih dari 100% jika dibandingkan dengan tahun 2010.

Sebagai  upaya untuk pencegahan, penangkalan, serta pemberantasan obat dan makanan illegal, Badan POM RI membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal yang dicanangkan secara resmi oleh Wakil Presiden Boediono tanggal 31 Januari 2011.

Dari operasi investigasi awal dan penyidikan kasus tindak pidana di bidang obat dan makanan tahun 2011, ditemukan 209 kasus pelang­garan. Dari jumlah  kasus tersebut, 118 kasus ditindaklanjuti dengan pro-justitia dan 91 kasus lainnya ditindaklanjuti dengan sanksi administratif.

“Sepuluh kasus telah menda­pat putusan pengadilan. Namun delapan diantaranya merupakan putusan perkara tindak pidana ringan, sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku,” tambahnya. 

stama Badan POM, M. Hayati Amal menuturkan, pembahasan secara intensif  reformasi birokrasi di Badan POM dimulai pada tahun 2009 dengan penyusunan 3 quick wins, yaitu pelayanan registrasi obat dan makanan cekatan, efisien, profesional, pasti, akuntabel, tanggap dan transparan (CEPPATT); transparansi sertifikasi produk impor obat dan makanan, dan yang ketiga adalah pengamanan produk  Ilegal.

Tahun 2010  Badan POM me­la­­kukan langkah perbaikan terhadap 5 area perubahan dengan menjabarkan menjadi 3 quick wins, 10 program kerja, dan 24 kegiatan yang dilaksanakan oleh 13 kelompok kerja, antara lain pelayanan satu atap (one roof service) dengan meresmikan gedung pelayanan publik. Selain itu dilakukan deregulasi tata laksana registrasi, ­sosialisasi quality ma­nagement system (QMS)  awareness, pengembangan sistem laboratorium Badan POM, serta perencanaan dan pelaksanaan operasi gabungan nasional dan ­operasi gabungan di ­daerah terhadap produk-produk Ilegal.

Reformasi birokrasi Badan POM disempurnakan pada tahun 2011  antara lain kegiatan yang dilakukan  simplikasi jumlah pokja dari 13 Pokja menjadi 9 pokja yang ditetapkan berdasarkan SK Kepala Badan POM. Penyempurnaan lainnya adalah merevisi usulan dan Roadmap RB Badan POM,  disesuaikan dengan Perpres  81 tahun 2010 tentang Grand Design RB 2010 – 2015 dan peraturan lainnya. Diungkapkan, dokumen usulan RB Badan POM  telah dievaluasi oleh Tim ­UPRBN, dan setelah dilakukan verifikasi la­pangan, mendapat nilai 90, 45 %. 

Yang paling penting dalam penyempurnaan RB di Badan POM, menurut Sestama Badan POM ada­lah­ penajaman quick wins,  yaitu pening­kat­an  pelayanan pendaftaran (e-regio­stration) pangan low risk secara on line, dan peningktan trans­paransi, efisiensi dan efektivitas pelayanan notifikasi kosmetik melalui e-payment. Dalam rangka penajaman reformasi birokrasi, Badan POM juga telah menerapkan quality management system (QMS) diseluruh unit kerja  Badan POM pusat dan Balai Besar/ Balai POM.

Sambil menunggu  terbitnya Peraturan Presiden tentang pemberitaan tunjangan kinerja, Tim RB Badan POM sedang melakukan penyusunan roadmap yang disesuaikan dengan­ matriks pada Permenpan –RB No. 53 tahun 2011 untuk nantinya dapat ­digunakan sebagai bahan monitoring dan evaluasi oleh Tim Quality ­Assurance. Bagi Badan POM, tunjangan kinerja merupakan penghargaan bagi pegawai atas pencapaian outcome, sehingga diharapkan mampu meningkatkan pencapaian outcome individu dengan mentaati ketentuan yang telah ditetapkan.

Hayatie menambahkan, Ba­dan POM telah meraih opini WTP dari BPK pada tahun 2010. Dalam proses seleksi dan rekuitmen CPNS telah menggunakan sistem elektro­nik. Demikian juga dalam proses pengadaan barang dan jasa. Disebutkan,  LPSE sudah didirikan tahun­ 2011, dan telah memfasilitasi 68 paket lelang dengan nilai total pagu Rp 253,055 miliyar. Dari pagu tersebut penghematan keuangan negara mencapai Rp51,045 miliyar atau 20,17 %. Untuk Survei Inte­gritas Sektor Publik yang dilakukan oleh KPK tahun 2011, Badan POM RI mendapat indeks integritas 7,36. Hal ini merupakan peningkatan diban­ding hasil survei integritas tahun sebelumnya yaitu 7,27.

Badan POM RI juga memperoleh penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai Pemrakarsa Ikrar Peduli “Festival Sehat Jajanan Sekolahku” (PJAS) pertama di Indonesia. Ikrar ini dilakukan oleh lebih 2.000 orang yang diselenggarakan di Bandung. Penghargaan diberikan oleh Direktur MURI, Jaya Suprana pada perayaan hari Ibu di Badan POM tanggal 22 Desember 2011.

Untuk tahun 2012, fokus program Badan POM RI diarahkan pada peningkatan status gizi anak melalui rencana aksi nasional pangan jajanan anak sekolah (PJAS), penapisan dan intensifikasi post-market kosmetika, serta peningkatan daya saing industri farmasi nasional.

Ke depan, Badan POM akan terus mendorong para pelaku usaha untuk lebih bertanggungjawab  atas keamanan, mutu, dan khasiat produk yang dihasilkan. Terhadap masyarakat, Badan POM akan meningkatkan pemberdayaan konsumen melalui kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) seperti penyuluhan, talkshow, pameran, layanan informasi/pengaduan yang dapat diakses langsung ataupun secara online, dan dukungan dari media massa. ­“Dengan demikian, konsumen mampu membentengi dirinya sendiri dari produk obat dan makanan yang beri­siko terhadap kesehatan,” ujar Hayatie.

Ditambahkan, Badan POM melak­sanakan pengawasan obat dan makanan melalui evaluasi penilaian produk sebelum beredar (pre-market evaluation) dan pengawasan produk beredar (post-market surveillance) dengan melakukan sampling dan pengujian.

Selain itu juga mendorong produk dalam negeri agar dapat me­me­nuhi standar dan persyaratan yang berlaku, sehingga dapat bersaing di pasar domestik maupun internasional. “Kami juga melakukan peningkatan profesionalisme, transparansi dan akuntabilitas pela­yanan publik dalam rangka terciptanya Good Governance and Clean Government,” tambah Sestama.

Dijelaskan, pengawasan pre-market dilakukan dengan menilai keamanan, manfaat, dan mutu serta pemberian Nomor Izin Edar (NIE). Pada tahun 2011 Badan POM RI telah mengeluarkan NIE sebanyak 19.585, terdiri dari 3.717 NIE produk obat, 1.614 NIE obat tradisional, 732 NIE suplemen makanan, dan 13.522 NIE produk pangan. Selain itu, juga  notifikasi kosmetika sebanyak 22.504. Jumlah pemberian izin ini naik lebih dari 100% jika dibandingkan dengan tahun 2010.

Sebagai  upaya untuk pencegahan, penangkalan, serta pemberantasan obat dan makanan illegal, Badan POM RI membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal yang dicanangkan secara resmi oleh Wakil Presiden Boediono tanggal 31 Januari 2011.

Dari operasi investigasi awal dan penyidikan kasus tindak pidana di bidang obat dan makanan tahun 2011, ditemukan 209 kasus pelang­garan. Dari jumlah  kasus tersebut, 118 kasus ditindaklanjuti dengan pro-justitia dan 91 kasus lainnya ditindaklanjuti dengan sanksi administratif.

“Sepuluh kasus telah menda­pat putusan pengadilan. Namun delapan diantaranya merupakan putusan perkara tindak pidana ringan, sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku,” tambahnya (SWD/Biro Hukum dan Humas)


 


Cetak   E-mail