Oleh : Prof. Dr. H. Yuddy Chrisnandi, ME
Sebagai kunci penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang akuntabel, pengelolaan Sumber Daya Manusia menjadi prioritas pemerintah. UU No. 5/2014 Tentang Aparatur Sipil Negara menggariskan penyelenggaraan kebijakan dan Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) dijalankan berdasarkan asas profesionalisme, proporsional, akuntabel, serta efektif dan efisien agar peningkatan kinerja birokrasi dapat tercapai. Berbagai upaya dilakukan pemerintah, namun tak dipungkiri disana-sini masih terdapat kekurangan. Hal lain yang mengemuka adalah terkait jumlah ASN yang ada sekarang ini sebanyak 4.517.126 pegawai yang melayani 252 juta penduduk Indonesia, masih dirasakan cukup banyak. Rasio perbandingannya mencapai 1:79, lebih tinggi dibandingkan dengan Singapura yang rasionya 1:66 dan Inggris 1:147. Tingginya jumlah ASN di Indonesia telah membebani keuangan negara sebesar 707 triliun rupiah atau 33,8% dari total jumlah APBN dan APBD, dimana rasio belanja pegawai dan belanja pembangunan tidak seimbang.
The Worlwide Governance Indicators Reports (update) menunjukkan bahwa nilai rata-rata indeks efektivitas pemerintahan Indonesia (Government Effectiveness) di tahun 2014 dikategorikan masih rendah dengan nilai indeks -0,01 (peringkat 85) meskipun telah mampu menempatkan Indonesia pada kelompok tengah (percentile rank 54,81). Di tingkat ASEAN peringkat kita masih kalah, jika dibandingkan dengan Singapura (peringkat ke-1, skor +2,19), Malaysia (peringkat ke-32, skor +1,14), Thailand (peringkat ke-62, skor +0,34), dan Filipina (peringkat ke-72, skor +0,19). Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri mengingat ASEAN Economic Community (MEA) telah diterapkan, dimana dukungan ASN dalam mengawal dan menjalankan kebijakan merupakan salah satu kunci kesuksesan ekonomi Indonesia.
Memang tak mudah merubah mindset dan mereformasi culture ASN yang sudah mengakar selama ini. Untuk itu, melalui UU ASN diharapkan lahir aparatur negara yang berintegritas, profesional, netral, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Berkenaan dengan itu, perlu kiranya dilakukan penataan ASN melalui langkah-langkah antara lain: Pertama, melakukan pemetaan kualifikasi, kompetensi dan kinerja PNS, sehingga akan menghasilkan profil PNS yang baik. Kedua, hasil pemetaan kualifikasi, kompetensi dan kinerja PNS dapat dijadikan dasar untuk mengambil langkah kebijakan lebih lanjut dalam percepatan penataan PNS, antara lain pengembangan kompetensi dan karier, mutasi/rotasi dan melakukan evaluasi bagi ASN yang tidak memiliki kualifikasi dan kompetensi serta kinerjanya kurang baik. Ketiga, percepatan penataan PNS dapat dilakukan secara progresif maupun secara moderat. Penataan secara progresif dapat dilakukan melalui pensiun dini dengan skema golden handshake atau mekanisme lain yang sesuai aturan, sedangkan penataan secara moderat dapat dilakukan dengan penerimaan PNS melalui seleksi yang ketat dengan rasio 2:1, yaitu 2 (dua) orang PNS yang pensiun digantikan dengan penerimaan 1 (satu) orang PNS yang lebih berkualitas. Keempat, untuk mengantisipasi kekurangan ASN ke depan sekaligus mempercepat capaian target organisasi dan menekan biaya pegawai khususnya biaya pensiun, maka pegawai ASN selain PNS dapat dikombinasikan dengan merekrut Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang profesional sesuai dengan jenjang jabatan yang dibutuhkan.
Dalam manajemen ASN, penataan aparatur negara dapat dilakukan melalui berbagai macam upaya yaitu diantaranya analisis profil pegawai terkait dengan analisis struktur organisasi; analisis profil ASN yang sudah memenuhi kualifikasi untuk dilakukan promosi; inventarisasi dan analisis kebutuhan pengembangan kompetensi pegawai yang perlu ditingkatkan; distribusi pegawai melalui job rotation berdasarkan analisis demografis organisasi; distribusi pegawai yang tidak memiliki posisi; dan perluasan tugas, fungsi dan wewenang melalui job enrichment. Dengan demikian diharapkan penataan ini dapat mengisi gap untuk menuju profil ideal ASN serta dapat mengoptimalkan kapasitas dari setiap ASN.
Untuk itu, sebagai langkah percepatan penataan ASN, implementasi comprehesive assessment untuk mengetahui kapasitas dan kompetensi setiap aparatur negara dinilai penting dilakukan. Percepatan penataan ASN yang didesain pemerintah dilakukan dengan membagi seluruh ASN kedalam 4 kuadran berdasarkan kompetensi, kualifikasi, dan kinerja. Kuadran 1, ASN yang memiliki kompetensi dan kualifikasi yang sesuai, serta berkinerja baik. ASN dalam kuadran ini perlu dipertahankan dan siap dipromosikan. Kuadran 2, ASN yang kurang kompeten dan kurang memenuhi kualifikasi, tetapi berkinerja baik. ASN dalam kuadran ini akan dilakukan pengembangan kompetensi melalui pendidikan dan latihan. Kuadran 3, ASN yang memiliki kompetensi dan kesesuaian kualifikasi namun tidak mampu menunjukan kinerja. Langkah yang dilakukan adalah melakukan rotasi atau mutasi, dan ditempatkan sesuai dengan kompetensi dan kualifikasinya. Kuadran 4, ASN yang tidak memiliki kompetensi, tidak sesuai dengan kualifikasi, dan tidak berkinerja. ASN pada kuardran ini dapat dievaluasi untuk dirasionalisasi.
Menjadikan ASN yang ideal dan kompetitif di era globalisasi merupakan tuntutan publik dan target yang harus dicapai. Tiga sasaran utama untuk mewujudkan SMART ASN di Tahun 2019, yaitu: Pertama, Perencanaan ASN, dengan membuka formasi/kualifikasi ASN yang sesuai dengan arah pembangunan nasional serta potensi daerah. Kedua, Pengadaan ASN yang transparan, objektif dan fairness untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat sekaligus menjaring putra-putri terbaik bangsa. Ketiga, Meningkatkan profesionalisme, yakni meningkatkan kompetensi, kualifikasi dan kinerja sebagaimana yang diamanatkan UU ASN.
Implementasi ketiga sasaran SMART ASN 2019 harus dilakukan secara simultan agar terwujud SMART ASN yang memiliki karakteristik berwawasan global, menguasai TIK dan bahasa, memiliki kemampuan networking tinggi dengan kemampuan skill multitasking yang proporsional. Perencanaan ASN melalui e-formasi telah dilakukan oleh Kementerian PANRB pada tahun 2015 yang didalamnya menggambarkan kebutuhan ASN berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja, serta jenis formasi jabatan prioritas untuk 2-3 tahun kedepan yang sesuai dengan arah pembangunan nasional dan Nawacita. Pengadaan ASN melalui seleksi berbasiskan IT yang dikenal sebagai Computer Assissted Test (CAT) merupakan salah satu bentuk reformasi birokrasi di bidang SDM Aparatur. Untuk mengembangkan profesionalisme ASN terlebih dahulu dilakukan training need assessment (TNA), yakni pengembangan kapasitas/diklat untuk mengisi gap kompetensi antara kompetensi individu dengan kompetensi jabatannya.
Dalam teori Manajemen Sumber Daya Manusia, rasionalisasi atau yang kemudian dikenal dengan istilah rightsizing biasa digunakan untuk mendeskripsikan proses efisiensi SDM maupun biaya, dengan tujuan agar dapat menfokuskan pada kompetensi utama pada masing-masing area secara proporsional. Model penataan ini awalnya merupakan antisipasi terhadap ancaman kebangkrutan atau resesi dan dianggap sebagai strategi SDM secara proaktif. Di Indonesia, disadari bahwa implementasi kebijakan manajemen ASN masih perlu mempertimbangkan berbagai hal. Hal ini dilatarbelakangi oleh alokasi sumber daya yang tidak merata, kualitas dan distribusi ASN yang tidak seimbang antar daerah, disamping kinerja yang rendah.
Meskipun demikian, dalam pelaksanaannya, penataan ASN bukan berarti memberhentikan pegawai yang masuk dalam kategori Kuadran 4 tersebut. Pemerintah mendata, bahwa dalam kurun waktu 5 tahun (2015-2019) ada 594.110 pegawai ASN yang akan memasuki usia pensiun. Selain itu, rencana pemerintah untuk melakukan penataan juga dilakukan melalui program efisiensi penerimaan calon pegawai ASN. Upaya penataan ASN melalui rasionalisasi pada Kuadran 4 sesungguhnya merupakan upaya terakhir yang bisa dihindari. Pada prakteknya, ada hal-hal yang lebih utama yang menjadi target dari rasionalisasi ASN dari sekedar efisiensi biaya, yaitu mendorong peningkatan kompetensi dan profesionalisme ASN yang pada akhirnya dapat mengoptimalkan kapasitas ASN di seluruh Indonesia. Di sisi yang lain persepsi pegawai terhadap upaya penataan ASN memiliki pengaruh positif dalam mendorong peningkatan kompetensi, kinerja, dan profesionalitasnya sebagai bentuk komitmen ASN pada organisasinya.
Sebagai penutup, penataan ASN diharapkan membawa sebuah optimisme bahwa ini merupakan langkah strategis untuk mempercepat mewujudkan aparatur negara yang profesional, berintegritas dan memiliki budaya melayani guna mewujudkan tata kelola pemerintahan berkelas dunia dan memiliki daya saing.
[1] Penulis adalah Guru Besar FISIP Universitas Nasional